REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mengatakan, komersialisasi penjara dan narapidana akan terus terjadi di Indonesia, jika pemerintah tidak mengubah konsep lembaga pemasyarakatan (Lapas).
"Artinya, kasus Gayus Tambunan yang nyantai dan kuliner-kuliner di luar Lapas akan terus terulang dan sulit dikendalikan," kata Neta, Selasa (22/8).
IPW mendesak pemerintah segera mengubah konsep Lapas yang tidak boleh berada di tengah kota. Bahkan, Lapas untuk narapidana kelas berat atau kejahatan tingkat tinggi, seperti koruptor dan narkoba, harus dibangun di pulau terluar atau pulau terpencil.
Menurutnya, konsep kolonial Belanda yang menerapkan "pembuangan" bagi napi atau konsep Orde Baru yang menempatkan napi di Pulau Buru patut diadaptasi. Aturan ini untuk menghindari para napi keluyuran di mal dan untuk menghindari komersialisasi penjara atau narapidana.
Keberadaan Lapas di perkotaan akan membuat para napi berduit menjadi raja dan para sipir gampang mengolah mereka serta gampang menyalahgunakan wewenang untuk mengeruk keuntungan pribadi maupun kelompok.
Dengan keberadaan Lapas sekarang ini, Neta tak heran, jika sel tahanan bisa dijual hingga puluhan juta rupiah. Begitu juga ijin berobat dijual belasan juta rupiah. Fasilitas air bersih, air panas, pengunaan handphone, laptop, penguat sinyal, menyewa ruangan khusus, fasilitas istimewa untuk tamu, dan keluarga serta lainnya diperjualbelikan di dalam Lapas.
Neta menegaskan, siapa pun Menkumhamnya atau Dirjen Lapasnya tidak akan bisa menggendalikan situasi ini. Sebab Lapas sudah seperti menjadi kerajaan kecil.
Kasus Gayus yang keluyuran sudah dua kali terjadi. Gayus adalah satu dari sekian banyak napi yang keluyuran dengan cara menyalahgunakan ijin keluar. Untuk mengatasi hal ini, konsep Lapas perlu diubah total.
Lapas tidak lagi berada di kota-kota besar. Terutama untuk napi korupsi dan napi narkoba harus ditempatkan di Lapas pulau terluar.
Pemerintah, sambung dia, perlu membangun Lapas di sejumlah pulau terluar dan para napi kejahatan tingkat tinggi ditempatkan di sana agar mereka tidak bebas keluyuran di mal, tapi bisa mengabdi menjaga wilayah perbatasan Indonesia.