REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Mohammad Handoko Halim dan Antasari Azhar tampak berbincang akrab saat Republika.co.id bertandang di Kantor Handoko Halim SH Notaris dan PPAT, Selasa (22/9) pagi. Dua sahabat lama itu duduk di ruang kerja Antasari yang bagian depannya berdinding kaca tembus pandang.
Perbincangan keduanya terhenti sejenak saat Republika memperkenalkan diri. Dua pria yang sama-sama mengenakan kemeja ungu tersebut menyapa ramah. "Silakan, selamat pagi," ujar keduanya hampir bersamaan.
Pada Selasa pagi, Handoko Halim sengaja meluangkan waktu untuk berbincang mengenai kegiatan asimilasi yang dijalani Antasari Azhar. Beberapa awak media dijadwalkan hadir. Perbincangan dengan Republika.co.id dilakukan santai sambil menanti kedatangan para pawarta.
Sementara Antasari menekuni sejumlah dokumen, Handoko melayani beberapa pertanyaan. Menurutnya, Antasari sebenarnya tidak diperkenankan memberikan keterangan pers kepada media. Berdasarkan nota kesepahaman antara pihak Lapas Kelas 1A Kota Tangerang dengan Handoko, wawancara dengan Antasari boleh dilakukan melalui dirinya.
"Selama menjalani asimilasi sejak satu bulan lebih tujuh hari hingga saat ini, beliau berusaha tertib. Asimilasi memang dilakukan sebagaimana layaknya asimilasi, sesuai ketentuan," jelas Handoko.
Tugas yang diemban alumnus Universitas Sriwijaya itu sebagai tenaga ahli hukum. Handoko meralat beberapa anggapan sebelumnya bahwa Antasari bekerja sebagai notaris.
Antasari menjalani asimilasi Senin-Jumat pukul 08.00 WIB - 17.00 WIB di kantor Handoko yang berada di Jalan Soleh Ali Nomor 58, Sukasari, Kota Tangerang. Ia diantar jemput oleh staf Handoko dan selalu disertai pengawalan petugas lapas selama bekerja.
Sebagai tenaga ahli, Antasari bertugas memberi masukan untuk beberapa persoalan klien yang ada kaitannya dengan hukum. "Beliau menyumbangkan pendapat dan pemikiran untuk beberapa aspek hukum yang saya tidak mengerti. Kami juga berdiskusi dengan klien, baik di ruang ini maupun saat ada permintaan di luar kantor," jelas dia.
Menurut Handoko, mereka lebih banyak berdiskusi dan saling bertukar pendapat. Selain masyarakat Tangerang, klien yang datang juga berasal dari Jakarta dan Medan. Beberapa memang merupakan kenalan Antasari sewaktu masih berdinas sebagai penegak hukum dahulu.
Melalui Handoko pula, Antasari pernah menyebutkan keinginannya saat asimilasi adalah membagi ilmu dalam bidang hukum sesuai dengan kebutuhan para klien. Ia lebih banyak membagi informasi tentang langkah-langkah yang mesti dilakukan klien saat bersinggungan dengan hukum.
"Beliau berharap, masyarakat bisa mendapatkan haknya secara hukum," lanjutnya.
Sehari-hari, Antasari menerima klien di ruang kerjanya. Ruang yang berhadapan langsung dengan pintu masuk kantor itu cukup lengkap dan nyaman. Selain meja dan kursi kerja, ruangan juga dilengkapi pendingin. Ada piala dan piagam untuk kantor Notaris Handoko Halim di ruangan itu.
Secangkir teh, beberapa gelas air mineral dan sekotak permen mint menemani kegiatan Antasari pada Selasa pagi. Menurut penuturan Handoko, teh manis memang menjadi teman kerja Antasari setiap harinya.
Selain teh, Antasari juga gemar menyantap nasi uduk dan ayam bakar. "Menu nasi uduk dan ayam bakar biasa disantap saat sarapan. Saat istirahat makan siang, kami juga sering makan di warung nasi uduk dekat kantor. Pedagang langsung mengenali Bapak," kata Handoko.
Selain pedagang, kehadiran Antasari juga langsung dikenali masyarakat saat keduanya bertugas di luar kantor. Meski demikian, Antasari biasanya tidak menegaskan identitasnya saat disapa. Dirinya biasa memperkenalkan diri sebagai staf Handoko.
Nama besar Antasari sebagai mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sempat membuat rekan-rekan kerjanya merasa canggung. Namun, ungkap Handoko, Antasari berusaha bersikap wajar seperti halnya karyawan lain. Dirinya mencoba berkomunikasi dengan semua rekan kerja. Saat mengambil beberapa kelengkapan kerja dari ruang dokumen pada Selasa pagi, Antasari tampak menyapa hangat beberapa rekan kerja yang berpapasan dengannya.
Selain menjalani proses asimilasi yang merupakan pembinaan melalui penyatuan hidup dengan masyarakat, Antasari juga masih menjalani check up kesehatan. Jika kegiatan asimilasi cukup luang, dia memanfaatkan untuk memeriksakan kondisi kesehatannya. Pekan lalu, Antasari sempat melakukan check up kondisi tekanan darah.
"Selain menjalani asimilasi, beliau menyempatkan untuk memeriksakan kondisi kesehatan. Selain keduanya, tidak ada kegiatan lain. Peraturan asimilasi sebisa mungkin ditaati beliau," papar Handoko.
Handoko mengatakan, asimilasi dijalani Antasari hingga yang bersangkutan mendapat status bebas bersyarat. Selama menjalani asimilasi, dirinya mendapat gaji sebesar Rp 3 juta yang diberikan kepada negara. Besaran gaji merupakan salah satu poin kesepakatan dalam nota kesepahaman antara pihaknya dengan lapas Tangerang.
Melalui Handoko, Antasari mengungkapkan harapan untuk tetap berkarya di bidang hukum jika memperoleh kebebasan nantinya. "Beliau tetap ingin berbagi ilmu seperti saat ini. Sebagai tenaga ahli atau posisi lain yang bisa bermanfaat untuk masyarakat," tambahnya.
Antasari Azhar merupakan terpidana kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 18 tahun penjara terhadapnya pada 18 Februari 2010. Pada 2011 Peninjauan Kembali kasusnya ditolak oleh Mahkamah Agung.