Rabu 23 Sep 2015 12:29 WIB

Muhammadiyah: Perbedaan Penetapan Idul Adha Jangan Dipertajam

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (kanan) didampingi Sekretaris Umum Abdul Mukti (tengah) dan Ketua Umum PP Aisyiyah Siti Noordjanah Djohantini (kiri) memberikan keterangan pers usai diterima Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (kanan) didampingi Sekretaris Umum Abdul Mukti (tengah) dan Ketua Umum PP Aisyiyah Siti Noordjanah Djohantini (kiri) memberikan keterangan pers usai diterima Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menilai perbedaan penetapan Idul Adha 1436 Hijriah tidak perlu dipertajam dan didebatkan. Hal itu karena hanya berdasarkan perbedaan cara menetapkan, bukan ritual ibadahnya.

"Ritual ibadahnya kan tetap sama, hanya cara penetapannya yang berbeda dan masih ada titik temu antara satu dengan lainnya," kata Haedar Nashir dihubungi di Jakarta, Rabu (23/9).

Ia mengatakan perbedaan penetapan hari raya bukan pertama kali terjadi di Indonesia. Meskipun begitu, tidak pernah ada masalah yang terjadi di masyarakat karena saling menghormati.

Menurut Haedar, dalam beragama seseorang harus meyakini apa yang dia anut. Bila terjadi perbedaan, maka tetap harus saling menghormati dan menghargai.

"Misalnya dalam penetapan Idul Adha. Muhammadiyah menghargai yang merayakan besok, begitu pula Muhammadiyah dihargai meskipun merayakan hari ini," ujarnya.

Warga Muhammadiyah merayakan hari raya Idul Adha 1436 H dan melaksanakan shalat id pada Rabu, sementara pemerintah menetapkan 10 Zulhijjah sebagai hari Idul Adha jatuh pada Kamis (24/9).

Shalat Idul Adha juga diadakan di Pusat Dakwah Muhammadiyah di Jakarta yang berlokasi di Jalan Menteng, Jakarta Pusat. Bertindak sebagai imam shalat Idul Adha dan khatib adalah Ketua Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah H. Muhammad Ziyad.

Dalam khotbahnya, Ziyad mengingatkan agar manusia sebagai makhluk Allah dapat bersyukur atas nikmat yang diberikan dengan mendirikan ibadah shalat, bahkan sebagian kaum muslimin merayakannya dalam rangkaian ibadah haji di Makkah.

"Jutaan manusia dari berbagai penjuru dunia berduyun-duyun untuk memenuhi panggilan Allah, tak terkecuali jemaan dari Indonesia sekitar 160 ribu orang," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement