Rabu 23 Sep 2015 17:25 WIB

Tak Terima Dana Hibah, Desa Adat Didorong Ajukan Judicial Review

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Esthi Maharani
Desa Adat di Bali
Desa Adat di Bali

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Desa adat di Indonesia saat ini tidak termasuk penerima bantuan hibah yang bersumber dari APBN dan APBD. Alasannya, pencairan dananya harus berdasarkan pasal 298 UU No. 23/ 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Di dalam pasal itu dinyatakan penerima dana hibah harus berupa badan, lembaga atau organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum. Dengan kata lain, desa yang dimaksud harus berstatus desa dinas atau desa negara.

Kepala Bappeda Provinsi Bali, I Putu Astawa mengatakan keberadaan pasal itu menyulitkan pemerintah provinsi, kabupaten, kota untuk membantu desa pakraman (desa adat). Bali memiliki 716 desa dinas dan 1.488 desa adat, sehingga rentan menimbulkan konflik di kemudian hari.

"Judicial review perlu dilakukan dan kami sambut baik hal itu," kata Astawa  dalam Rapat Koordinasi Sinkronisasi Aspirasi Daerah di Denpasar, Rabu (23/9).

Anggota DPD RI Komite I, I Gede Pasek Suardika mengatakan masyarakat desa adat perlu mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal 298 ini. Di Bali contohnya, judicial review bisa disampaikan oleh Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) dibantu oleh kepala daerah.

Kedudukan desa adat memang masih di luar sistem pemerintahan resmi. Namun, pasal 18 B ayat 2 UUD 1945 mengamanatkan kepada negara untuk mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya.

"Pasal 298 ini bertentangan dengan pasal 18 B ayat 2 UUD 1945. Bunyi pasal tersebut seharusnya memasukkan unsur masyarakat hukum adat," kata Suardika.

Jika judicial review ini diajukan dalam waktu dekat, kata Suardika prosesnya akan berlangsung maksimal enam bulan ke depan. Harapannya pemerintah akan memberikan payung hukum untuk desa adat. Ia pun mendorong masyarakat Bali untuk memperjuangkan hal imi secara sistematis dan yuridis.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement