REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Surahman Hidayat mengatakan, perkara Ketua DPR Setya Novanto dan Capres AS Donald Trump hanya soal kode etik yang tak perlu dibentuk panel. Pembentukan panel, kata dia, hanya untuk perkara-perkara yang sudah disimpulkan rapat pleno mengandung pelanggaran berat.
“Perkara Novanto-Trump kode etik saja,” kata Surahman di kompleks parlemen Senayan, Rabu (23/9).
Dalam pelanggaran berat, imbuh Surahman, mengandung ancaman sanksi berat sampai pemecatan sehingga tidak cukup otoritas MKD yang menanganinya. Maka dibentuklah panel yang terdiri dari 3 orang MKD dan 4 orang dari masyarakat.
Namun, perkara yang menjerat Novanto-Trump hanya soal ketidakpatutan. Ini soal kode etik. Namun, masih mungkin dibentuk panel kalau di perkembangannya nanti muncul indikasi pelanggaran berat.
“Pertimbangan pelanggaran kode etik adalah etika ‘common sense’ wakil rakyat dalam tugas negara merepresentasikan rakyat, apakah itu (pertemuan dengan Trump) merepresentasikan,” kata Surahman.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menegaskan, kalaupun apa yang diperkirakan di awal ini salah, MKD akan minta maaf pada yang dirugikan. MKD akan mulai memanggil Novanto dan Fadli Zon, Senin (28/9). Setelah pemanggilan pihak teradu, selanjutnya akan dilakukan pemanggilan saksi-saksi.