REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Akun Twitter yang digunakan Angkatan Pertahanan Australia untuk memerangi propaganda ISIS mengunggah twit dalam bahasa Arab yang tidak bermakna.
Angkatan Pertahanan Australia (ADF) mengunggah twit itu sebulan lalu melalui akun twitter resmi ADF @fight_DAESH, tapi semangat mereka untuk merangkul penutur bahasa Arab di dunia maya justru berubah menjadi hal memalukan.
Daesh adalah akronim dalam Bahasa Arab untuk ISIS. Biodata di akun Twitter itu menunjukan akun tersebut bertujuan mengoreksi informasi palsu yang disebarkan melalui Twitter oleh Daesh dan simpatisannya, dengan menggunakan hashtags #DAESHLies, #DefeatDAESH dan #NoToDAESH.
Pada 10 September lalu, akun itu mengunggah cuitan, "#Gold #Dinar worthless metal in global market. #ISIS can't trade legally with currency" atau #Gold/emas #Dinar/dinar logam tidak berharga di pasar global. #ISIS Tidak bisa berdagang secara legal dengan mata uang".
Pesan itu diikuti postingan pesan serupa namun telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Tapi twit dalam bahasa Arab itu menurut Nesrine Basheer, pakar bahasa dan kebudayaan Arab dari Universitas Sydney bermakna lain dari pesan sebelumnya.
Terjemahan itu jika diartikan dalam Bahasa Inggris menjadi "In metal worthless global market, cannot with currency on the side, ISIS legal" atau "Dalam pasar global logam yang tidak berharga, tidak bisa dengan mata uang di sisi, ISIS legal".
Menurut Basheer, seluruh twit dalam bahasa Arab yang diunggah akun @fight_DAESH tidak bermakna dan tidak masuk akal, dan hal ini justru merusak tujuan ADF hendak menarik kepercayaan para penutur bahasa Arab.
"Mungkin sebagian dari pesan dalam bahasa Arab yang diunggah di akun twiiter itu hanya 20 persen saja yang masuk akal, dan sebagian lagi tidak masuk akal, dan sisanya hanya susunan kata tidak bermakna," katanya.
"Jika saya seorang penutur bahasa Arab dan tinggal di negara Arab, maka saya akan mengatakan 'Mereka bahkan tidak peduli untuk memeriksa ulang pesan mereka dalam bahasa Arab,"
"Itu merupakan hal pertama yang akan dikatakan seseorang, apapun latar belakang pendidikan mereka,'
"Orang yang berpendidikan sangat tinggi dan pengguna aktif twitter, mungkin tidak bersedia lagi mengikuti akun ADF ini, hanya karena akun itu telah memberi infornasi yang salah atau akun itu dianggap tidak memberikan informasi apapun," katanya.
Profesor yang juga analis keamanan James Brown, lebih baik hati dalam berkomentar dengan mengatakan penting bagi ADF untuk ikut terlibat juga dalam perang informasi.
"Ini adalah bagian penting dari kampanye melawan ISIS dan kita sebenarnya sudah sangat lambat meresponnya," kata dia.
"Masalahnya adalah dalam kasus ini tampaknya upaya yang dilakukan tampak masih bersifat sementara atau ad hoc saja.
Profesor Brown juga mengatakan akun ADF yang hanya memiliki 864 pengikut itu kesulitan menarik perhatian audiens karena tidak bisa mengkomunikasikan tujuannya dengan baik.
"Ini bukan masalah prbadi tapi aku itu tidak dikelola dengan benar, tidak ada siapa-siapa dibalik upaya itu,"
"Pesan itu seperti diunggah oleh pejabat anonim jadi akan sulit membangun kepercayaan, padahal itu merupakan inti dari upaya mereka menangkal propaganda ISIS di internet,"
Dia mengatakan ADF akan perlu membuat sejumlah perubahan pada akun twitternya untuk meningkatkan relevansi dan pengaruhnya di lini masa Twitter.
"Sebagai langkah awal, saya kira mereka harus mampu menjangkau orang-orang agar mereka tidak men-tweet ke ruang hampa," katanya.
"Jadi mereka harus berusaha memberitahukan orang mengenai akun apa ini. Mereka sudah mulai melakukan itu tapi itu terjadi setelah insiden tweet ini terjadi,"
"Kedua, Anda perlu sumber daya untuk melakukan hal ini dengan benar, Anda harus memiliki ahli budaya, Anda harus memiliki penerjemah. Anda tidak dapat melakukannya dengan murah.
"Dan ketiga saya pikir bersiap untuk gagal. Kami telah memberikan sanksi atas kesalahan yang mereka buat tapi kita terkadang harus gagal dulu untuk dapat melakukan hal dengan benar, jadi saya berharap hal ini tidak menghalangi mereka untuk mau melakukan hal ini kembali,"
Sementara itu pernyataan dari Departemen Pertahanan Australia mengatakan ADF memiliki ahli bahasa Arab untuk menterjemahkan twit berbahasa Inggris itu ke dalam bahasa Arab.
"Namun ketika, konten itu ditransfer ke bagian program IT mengakibatkan terjadinya salah tata bahasa dalam beberapa twit berbahasa arab tadi,"
ADF mengatakan twit dalam Bahasa Arab itu telah mereka tangguhkan.