REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari FPKS, Abdul Kharis Al-Masyhari mengatakan, seharusnya kretek tradisional tidak masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan yang sedang dibahas DPR RI.
"Kretek memang tradisi di Indonesia, namun dapat mengakibatkan dampak negatif bagi generasi bangsa. Mari dikaji dan perdalam dampak atau efek jika dicantumkannya pasal ini," katanya, Kamis, (24/9).
Saat ini, terang Abdul, RUU Kebudayaan belum final. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengkritisi setiap kebijakan yang akan dikeluarkan DPR maupun pemerintah.
Harus diakui kretek merupakan salah satu tradisi di Indonesia, campuran tembakau dan beberapa herbal lain merupakan peninggalan tradisi bangsa. Namun harus diingat, ada juga herbal nonmedis seperti ganja yang menjadi bumbu tambahan pada kuliner di beberapa daerah, begitu juga halnya dengan tuak.
"Kalau seperti ini akan bahaya. Nanti ganja dan tuak juga bisa minta dimasukan dalam RUU dengan alasan warisan tradisi kuliner," terang Abdul.
Makanya seharusnya kretek tak dimasukkan dalam RUU Kebudayaan. Sebab kretek lebih banyak menimbulkan dampak negatif.