Kamis 24 Sep 2015 15:23 WIB

Demokrat Sindir Kegaduhan Internal Pemerintahan Jokowi

Rep: C14/ Red: Indira Rezkisari
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo, menyampaikan pidato saat acara Deklarasi Angkatan Muda Demokrat di Jakarta, Sabtu (28/2).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo, menyampaikan pidato saat acara Deklarasi Angkatan Muda Demokrat di Jakarta, Sabtu (28/2).

REPUBLIKA.CO.ID, CIKEAS -- Di tengah krisis ekonomi belakangan ini, pemerintah dinilai belum menghadirkan stabilitas politik di internalnya sendiri, meskipun Presiden beberapa waktu lalu sudah melaksanakan perombakan kabinet.

Misalnya, sebut saja Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli, yang cukup giat menunjukkan ke publik kritik-kritiknya terhadap program-program pemerintah sendiri. Seperti Menko Rizal sejauh ini sudah menyasar Dirut BUMN PT Pelabuhan Indonesia II (soal dwelling time dan iklan miliaran rupiah), Menteri BUMN (soal pembelian pesawat Garuda), Menteri Perindustrian (soal "begal" garam lokal), dan bahkan Wakil Presiden (soal proyek pembangkit listrik 35 ribu mw).

Politikus Partai Demokrat Pramono Edhie Wibowo menyebutkan, pemerintahan era sekarang dapat diibaratkan sebagai kapal gaduh yang membingungkan para penumpangnya, yakni rakyat Indonesia.

"Misalnya, seorang nakhoda kapal memimpin kapalnya, itu nggak boleh gaduh sendiri. Yang akhirnya, masing-masing yang berada di kapal itu melobangi sendiri-sendiri. Itu tak akan menyelamatkan. Justru menjadi permasalahan," papar Edhie Wibowo di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/9).

Padahal, lanjut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mesti mewaspadai krisis yang hingga kini masih terjadi. Nilai tukar rupiah yang terperosok jauh hingga menembus rekor terendah dalam 17 tahun terakhir. Menurut Edhie, kondisi demikian membutuhkan kejelasan kepemimpinan, yang mampu menyatukan suara.

"Kalau kita ribut sendiri, bagaimana mengatasi persoalan yang lebih besar, yang ada di luar? Kalau kita ribut di dalam kapal, ombak datang besar, tenggelam," kata dia.

Dibandingkan dengan era kepemimpinan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jelas Edhie, Indonesia juga didera krisis ekonomi global 2008 yang cukup serupa dengan krisis sekarang. Apalagi, pada kurun kepemimpinan dua periode itu,  sejumla bencana hebat melanda Tanah Air, seperti tsunami Aceh, gempa bumi, atau terorisme.

Dia lantas meminta Presiden Jokowi untuk meneruskan kebijakan yang berdampak baik terhadap rakyat dari presiden sebelumnya. Dalam penilaiannya, di era SBY semua menteri satu suara dengan presiden dan wakil presiden terkait semua isu penting.

"Jangan tidak jelas nakhodanya. Nakhoda bisa saja mengerti, kadang-kadang juga kurang pemahaman. Tetapi kan bisa mengumpulkan dari awal," tegas dia.

"Bukan hal yang dipantangkan, belajar dari orang yang ada di bawahnya atau orang yang sudah punya pengalaman."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement