REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin sedang berupaya memperkuat pos-pos militernya di Timur Tengah. Ini dilakukan dengan mempersiapkan serangan udara sepihak melawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah, jika Amerika Serikat menolak proposal untuk bergabung dalam operasi.
Dilansir laman Bloomberg, Kamis (24/9), menurut orang yang dekat dengan Kremlin dan penasihat Departemen Pertahanan di Moskow, Putin berupaya mengkoordinasikan kampanye udara aliansi pimpinan Amerika Serikat dengan Rusia, Iran serta tentara Suriah.
Namun upaya tersebut selama ini ditolak oleh pemerintahan Barack Obama, yang menentang keterlibatan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Putin telah mengkomunikasikan usulannya ke AS, untuk melakukan aksi militer 'serangan paralel', yang disertai dengan transisi politik dari Assad.
Transisi politik dari Assad ini yang menjadi permintaan utama AS. Inisiatf ini akan jadi fokus pembicaraan Putin saat menghadiri Sidang Umum PBB 28 September mendatang. Sumber diplomatik Rusia mengatakan pada Rabu (23/9), bahwa Moskow melihat adanya kesempatan untuk mencapai kesepakatan internasional dalam memerangi terorisme di Suriah.
Kesepakatan juga diharapkan dapat mengakhiri krisi yang terjadi selama hampir lima tahun di Suriah. Tapi satu sumber mengatakan, Putin frustasi dengan sikap diam AS. Putin pun disebut-sebut bersiap melakukan serangan sepihak di Suriah jika diperlukan.
Salah seorang sumber di Washington mengatakan, AS pada dasarnya bersedia membahas koordinasi serangan. Namun AS dan sekutu belum menerima usulan Moskow melibatkan pasukan Assad. Juru bicara Putin Dmitry Peskov tak segera merespon hal ini.
Dalam beberapa waktu terakhir Rusia telah meningkatkan dukungan militernya terhadap Suriah. Rusia dilaporkan telah mengirimkan dua lusin jet tempur untuk lapangan udara baru di dekat kampung halaman Assad di Latakia. Menurut gambar saetlit, Rusia juga mengerahkan ratusan prajurit ke pangkalan udara dan pelabuhan terdekat.