REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhammad Iqbal
Twitter: @eijkball
Dalam kosa kata bahasa Inggris, kata tinker, apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, memiliki beberapa arti. Untuk kata kerja, tinker berarti menggerumit (orang yang lambat sekali jalannya), bekerja sebagai tukang pateri, membetulkan tanpa kemahiran, bekerja dengan sembarangan dan menggerupis (melakukan pekerjaan yang kecil-kecil). Sementara pada kata benda, tinker berarti tukang pateri.
Lalu, apa arti the tinkerman? tak ada pengertian yang pasti. Tapi, sekarang, kosa kata the tinkerman jika dicari padanannya di mesin pencari Google berujung pada satu nama: Claudio Ranieri, pria Italia yang kini melatih klub Liga Primer Inggris, Leicester City.
Julukan the tinkerman diperoleh Ranieri tatkala menukangi Chelsea medio 18 September 2000 sampai 30 Mei 2004. Sematan //the tinkerman// mulai diberikan pada pewarta tepatnya pada musim 2002/2003.
Ini tak lepas dari kebiasaannya mengubah-ubah formasi dan taktik permainan serta susunan pemain. Hal tersebut membuat tim-tim lawan kesulitan meladeni the Blues. Dari sisi formasi dan taktik, Ranieri kerap memainkan beberapa formasi, mulai dari 4-4-2 sampai 4-3-3.
Bintang-bintang kelas atas semisal Juan Veron, Hernan Crespo, Damien Duff hingga Joe Cole yang direkrut berkat gelontoran dana taipan Rusia Roman Abramovich kerap bermain di beberapa posisi.
Ambil contoh Joe Cole. Akrab sebagai gelandang serang di belakang striker, Ranieri mengubahnya menjadi penyerang sayap. Kemudian dari taktik, perubahan di tengah pertandingan kerap tak dapat diduga tim lawan. Per akhir musim, Chelsea sukses menempati peringkat kedua klasemen akhir Liga Primer.
Tidak hanya itu. Di kancah Eropa, the Blues berhasil menembus babak semifinal. Namun tak dinyana, bulan madu Ranieri usai di pengujung musim 2003/2004.
Roman mengangkat Jose Mourinho yang ketika itu baru saja mengantarkan Porto juara Liga Champions. Semusim setelah itu, Chelsea berhasil menjadi juara Liga Primer. Dengan fondasi tim yang dibangun Ranieri, Mourinho tinggal memberi tambahan sentuhan dalam diri sejumlah amunisi.
Misalnya, Didier Drogba, penyerang legendaris the Blues. Singkat cerita, karier Ranieri berlanjut ke klub-klub papan atas Eropa semisal Valencia, Juventus hingga Inter Milan. Tim nasional Yunani pun pernah dibesutnya meski berakhir dengan pemecatan.
Memasuki musim 2015/2016, Ranieri memilih kembali ke negeri Ratu Elizabeth dan menangani Leicester City. Kontrak tiga tahun pun mengikatnya. Berbicara dalam keterangan pers perkenalannya beberapa waktu lalu, pria Italia ini disinggung perihal julukannya, the tinkerman.
"Tadinya the tinkerman hanya satu. Sekarang, terdapat banyak the tinkerman!," ujarnya dilansir the Independent. Sontak, kata-kata Ranieri mengundang tawa dari para pewarta yang hadir. Tak terkecuali CEO Leicester City Susan Whelan.
Alasan Ranieri jelas. Perubahan formasi dan taktik permainan serta susunan pemain jamak dilakukan para pelatih sekarang. Tidak hanya dari satu pertandingan ke pertandingan lain. Melainkan juga saat pertandingan itu sedang berlangsung.
Meski Ranieri hingga kini masih eksis sebagai pelatih, terdapat satu sosok yang menjadi kandidat the tinkerman berikutnya. Dia adalah Paulo Sousa. Pelatih Fiorentina, peserta Seri A.
Dari mana julukan the tinkerman? sama seperti Ranieri, Sousa pun kerap mengubah formasi dan taktik permainan. Dilansir Gazzetta World, terkadang Fiorentina bermain dengan formasi 3-4-2-1. Bisa juga pola 4-2-3-1 yang dikedepankan.
Pemain pun bisa bermain di luar posisi lazimnya. Ambil contoh Borja Valero. Jika Borja kerap bermain sebagai deep lying playmaker, dua pekan lalu, pemain Spanyol ini menjadi trequartista di belakang striker.
Pun Marcos Alonso yang tidak hanya menjadi bek kiri, melainkan juga sayap kiri. Dari susunan pemain, tercatat Sousa telah memberdayakan 20 dari 28 penghuni skuat La Viola, termasuk bomber Giuseppe Rossi yang barus sembuh dari cedera parah.
Hasilnya positif. Tercatat dua kemenangan berhasil dipetik Fiorentina. Termasuk kemenangan di kandang atas Genoa satu gol tanpa balas dalam lanjutan Seri A, akhir pekan lalu.
Menarik untuk menantikan kiprah Sousa ke depan. Apalagi, pria asal Portugal ini tentu bukan pelatih kacangan. Seorang arsitek tim yang berpotensi menangani tim nasional Portugal kelak.