Jumat 25 Sep 2015 23:07 WIB

'Hanya 7 Persen Perusahaan Sepakati Nol Deforestasi'

Rep: Sonia Fitri/ Red: Djibril Muhammad
Kebakaran hutan
Foto: Henky Mohari/Antara
Kebakaran hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laporan penelitian teranyar dari Global Canopy Programme (GCP) menyebut, dari ratusan perusahaan publik bidang kehutanan, hanya tujuh persen yang menyepakati ikrar nol atau bersih deforestasi di seluruh rantai pasokan mereka.

GCP LSM Internasional yang bekerja mendemonstrasikan kasus ilmiah, politik dan bisnis untuk menjaga hutan sebagai modal alam yang mendukung ketahanan air, pangan, energi, kesehatan dan iklim.

Laporan yang berjudul 'Achieving Zero (Net) Deforestation Commitments: What it means and how to get there' menggambarkan cara untuk mewujudkan kesepakatan nol deforestasi di tingkat korporasi. Penelitian sekaligus mengakmpanyekan dukungan global terkait topik tersebut.

CEO Global Canopy Programme Andrew Mitchell dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (25/9) menyebut, kesepakatan perusahaan-perusahaan global dalam menjalankan kesepakatan zero deforestasi harus dijalankan serempak.

"Para pemangku kepentingan berpengaruh lainnya termasuk lembaga keuangan harus mendorong hal ini," katanya.

Pemerintah, misalnya, dapat berperan dalam menciptakan kondisi pasar yang tepat yang akan memungkinkan transisi  dunia, di mana produksi komoditas risiko hutan diganti dengan pengelolaan berkelanjutan.

Laporan pun menguraikan strategi percepatan pelaksanaan komitmmen Nol Deforestasi dan pembentukan pasar komoditas pertanian berkelanjutan. Di antaranya, perusahaan perlu memperkuat blok bangunan kunci menuju nol deforestasi dalam kebijakan dan pengoperasian, mewujudkan ketertelusuran,  mempertahankan inklusi sosial dan integritas lingkungan.  

Transparansi dan akuntabilitas ditekankan hadir di antara para pemain kunci di seluruh sektor dan geografi yang mendorong deforestasi tropis. Data harus siap tersedia tentang tutupan hutan, konsesi, perdagangan dan kebijakan korporat.

Tujuannya memberikan wawasan baru ke dalam dampak korporat dalam ketergantungan mereka pada hutan. Inisiatif transparansi harus dimunculkan untuk memantau kemajuan global secara efektif menuju target 2020 dan 2030.

Langkah selanjutnya, Donor dan Lembaga Keuangan Internasional (IFIs) harus mempererat koordinasi dalam agenda mengisi kesenjangan pendanaan dan komitmen nol deforestasi melalui kemitraan publik dan swasta.

"Lembaga keuangan dan investor juga perlu mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang risiko deforestasi," tuturnya.

Peran masyarakat sipil tak kalah strategis. Mereka harus berperan lebih aktif dalam bekerja sama dengan para pelaku pasar menjaga hutan. Masyarakat juga berperan mengambil langkah-langkah mengatasi risiko hutan dalam rangka mempercepat penyerapan dan kemajuan dalam mewujudkan rantai pasokan global bebas deforestasi.

Chief Sustainability Officer Unilever Jeff Seabright menambahkan, keterlibatan dunia bisnis secara global memiliki peluang besar untuk membantu mencegah bencana iklim. Caranya dengan menjalin kemitraan dengan pemerintah dan masyarakat sipil untuk mendorong perubahan transformasional.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement