Ahad 27 Sep 2015 20:40 WIB

Ini yang Menyebabkan Sungai Citarum Tercemar

Rep: C12/ Red: Ilham
Air bercampur limbah keluar dari sebuah selokan yang bermuara ke Sungai Citarum di daerah Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Rabu (26/2).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Air bercampur limbah keluar dari sebuah selokan yang bermuara ke Sungai Citarum di daerah Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Rabu (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perusahaan di Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung masih banyak yang belum mengoptimalkan penggunaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (Ipal) sebagai penyaring limbah buangan industri. Akibatnya, beberapa anak sungai Citarum yang berada di Majalaya, terus tercemar.

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kabupaten Bandung, Endang Widayati menuturkan, dari total 66 perusahaan di Majalaya yang dipantau dan diinventarisir oleh BPLHD Kabupaten Bandung, sebanyak 62 perusahaan memang sudah memiliki Ipal.

Namun, dari total tersebut, hanya 46 perusahaan yang memanfaatkan Ipal secara optimal. Artinya, limbah yang dibuang melalui proses Ipal oleh perusahaan telah memenuhi standar baku mutu, baik itu dari aspek administrasi ataupun teknis. "Sisanya ini, ada perusahaan yang punya Ipal, tapi enggak bisa menggunakannya," tutur dia, belum lama ini.

Banyak faktor yang membuat perusahaan kesulitan mengoptimalkan Ipal. Mulai dari kekuatan finansial, tidak adanya komitmen, sampai hambatan teknis. Misalnya, ada perusahaan yang memiliki Ipal dan bahan kimianya sebagai penetralisir limbah industri, tapi tidak mempunyai operator yang bisa menjalankan Ipal tersebut.

Bagi perusahaan kelas menengah dan besar, dibutuhkan sedikitnya dana Rp 100 juta untuk sekali menjalankan Ipal selama satu bulan. Besarnya biaya ini menjadi salah satu faktor perusahaan enggan mengoptimalkan penggunaan Ipal. "Alasannya macam-macam, salah satunya finansial," tutur dia.

Endang menjelaskan, jumlah barang yang diproduksi perusahaan itu selalu berubah. Ketika situasi perekonomian sedang membaik dan memang diperlukan peningkatan jumlah produksi, tentu potensi limbah yang dihasilkan pun bakal meningkat. Karena kondisi itulah, pihaknya kerap kesulitan memantau perusahaan.

Sebab, saat produksi meningkat, sedangkan kapasitas Ipal tidak sanggup menampung, maka proses penyaringan limbah dengan Ipal pun tidak akan optimal. "Biasanya teknis, misalnya, ketika petugas datang ke perusahaan, sebelumnya ada hujan deras sehingga merobohkan alat penyaring limbah," tutur dia.

Ada tiga anak sungai yang berada dalam kondisi menghawatirkan, yakni Cikembang, Cipadangulun, dan Kali Sasakbenjol. "Warna airnya hitam pekat dan debit airnya sedikit. Apalagi, sekarang lagi musim kemarau. Jelek semua airnya," tambah dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement