REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Puluhan aktivis dan solidaritas dua warga Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang yang menjadi kekerasan. Aksi kekerasan ini menimbulkan satu korban tewas dan satu orang kritis. Satu korban tewas adalah Salim Kancil, 52 tahun, warga Dusun Krajan II.
"Aksi kekerasan tambang terjadi dimana-mana kemarin di Rembang, Kediri, hari ini di Lumajang, nanti di tempat lain, di Sidoarjo, di Mojokerto," kata Abdurrhaman koordinator aksi solidaritas ini, Selasa (28/9).
Satu korban yang kritis adalah Tosan, 51 tahun, warga Dusun Persil. Kedua korban kekerasan ini dikenal sebagai warga penolak tambang pasir di pesisir Pantai Watu Pecak. Kedua korban dihajar di tempat yang terpisah berjarak sekitar tiga kilometer satu sama lainnya.
Abdurrhaman mengatakan dua korban tersebut adalah petani yang sedang memperjuangkan keadilan ekologis bagi kelangsungan hidup mereka. Kedua korban petani yang kukuh bertahab untuk tetap melawan dan menolak secara terbukan terhadap aktivitas tambang pasir golongan B di pesisir Watuk Pecak.
Abdurrahman mengatakan kasus ini menjadi fakta yang menunjukan petani hari ini telah dirampas hak-haknya, baik oleh pemerintah maupun pemodal. Bahkan ketika memperjuangkan hak-hak mereka harus dibunuh. Ia menambahkan lambannya pemerintah daerah dan kepolisian dalam mengantisipasi adanya potensi konflik patut disorot.
"Kami ingin kepolisian tidak hanya menangkap pelaku pembunuhan dan kekerasan, tapi juga otak dibalik kasus ini," tambahnya.
Ia menambahkan struktur birokrasi sampai tingkat desa dapat segera merekam, mendekteksi, serta mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap masyarakat yang tengah memperjuangkan hak lingkungan dan hak hidupnya disekitar tambang.
Abdurrhaman yakin sumber utama konflik disebabkan oleh ketidakberesan pemerintah daerah dalam mengatur pertambangan, baik perizinan maupun keadilan distribusinya. Sehingga kemudahan akses izin menambang bagi pengusaha dan pemodal telah mengorbakan hak-hak masyarakat.
"Ditangkapnnya pelaku pembunuhan dan penganiayan tidak secara otomatis menunjukan keseriusan pemerintah daerah dan kepolisian dalam menuntaskan persoalan tambang," katanya.
Aksi solidaritas ini tergabung dalam alinasi "Sedulur Tunggal Roso" yang terdiri dari Malang Corruption Watch (MCW), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Univesitas Islam Negeri Malang, HMI Fisip UMM, HMI ITN, HMI IKIP Budi Utomo, HMI Unmer, BEM-U UMM, BEM Polinema, BEM FISIP UMM, Lembaga Press (LPM) Dianns, GIPSI Instrans Institute, akademisi, seniman dan perwakilan Lumajang di Malang.