REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Budayawan Mohammad Sobary mengecam para wakil rakyat di DPR yang mempersoalkan kretek sebagai warisan budaya, sehingga layak mendapatkan perlindungan undang-undang. Sejumlah politikus DPR, terutama dari PKS dan PAN mengecam adanya perlindungan kretek sebagai warisan budaya, seperti yang tertuang dalam pasal 37 RUU Kebudayaan. Padahal RUU itu sendiri merupakan inisiatif DPR.
Penolakan ini tentu mengundang kecurigaan ada agenda terselubung dari kaum antitembakau. Sobary menilai, penolakan itu menunjukkan wakil rakyat itu tak paham kebudayaan.
"Bagaimana paham kebudayaan kalua mereka tidak mau tahu terhadap persoalan rakyat yang terinjak-injak," ucap Sobary, kepada wartawan, Ahad (27/9).
Ia mengingatkan, kretek bukan sekadar rokok. Mantan wartawan ini mengutip Mark Hanusz, penulis buku 'Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia Clove Cigarettes'. Mark tegas menyebut kretek sebagai sebuah hasil budaya dan peninggalan yang patut dilestarikan.
“Tulis Mark, kretek itu bukan rokok, bukan pula cerutu. Meski sama-sama berbahan baku tembakau. Namun, kretek juga mengandung bahan baku lain yang tidak dimiliki oleh rokok jenis manapun yakni cengkeh,” terangnya.
Cengkeh adalah tanaman endemik Nusantara. Bunga cengkeh sudah sejak lama jadi komoditas perdagangan penting. Cengkeh pula yang membuat Nusantara diincar dan dikuasai penjajah.
Sebagai tanaman endemik bernilai ekonomi tinggi dan menjadi bagian hidup mashyarakat, cengkeh turut membentuk bangunan budaya Indonesia. Sobary mengingatkan, ada kelompok tertentu di masyarakat yang merasa paling tahu tentang persoalan rokok. Mereka ini begitu menggebu-gebu ingin mengubah hidup ratusan ribu petani tembakau yang terlibat dalam industri kretek.
“Mereka ini sok tahu. Padahal mereka yang tidak pernah mencium bau tanah. Tak pernah ikut bergelut dengan masalah keseharian petani. Tapi dengan gampang mengatakan, petani tembakau bisa beralih ke produk pertanian lain,” kecamnya.
Sobary berpendapat, ada kepentingan asing yang kasat mata untuk menelan bisnis kretek dalam negeri yang besar. Berbeda dengan para penjajah yang langsung mencaplok lahan dan menguasainya. Kepentingan asing ini mempengaruhi aturan untuk dibuat pemerintah berdasarkan kepentingan mereka.
Celakanya, kepentingan asing itu berjalan mulus karena bantuan aparat pemerintah, dari pusat hingga ke daerah. Bahkan semangat memberangus industri kretek nasional ini didukung para profesional, para dokter, kaum aktivis, dan seniman.
“Mereka dengan penuh semangat menelan argumentasi ini tanpa mau berpikir kritis. Semua menjilat asing," kata Sobary mengakhiri.