Senin 28 Sep 2015 19:47 WIB

Tragedi Mina dan Intifadah Kedua Melawan Zionis Israel

Muhammad Durrah, simbol Intifadah Kedua yang wafat di samping sang ayah akibat peluru Zionis Israel
Foto: youtube
Muhammad Durrah, simbol Intifadah Kedua yang wafat di samping sang ayah akibat peluru Zionis Israel

REPUBLIKA.CO.ID,Hiruk pikuk dan suasana gaduh tragedi Mina di Arab Saudi, telah membuat jutaan mata dan energi dunia Islam teralihkan untuk sejenak mengingat nasib al-Aqsa, kiblat pertama umat Muhammad SAW.

Padahal, pada hari ini, 15 tahun yang lalu, tepatnya 28 September 2000, Intifadah II, simbol perlawanan terhadap tiran dan kezaliman itu terjadi. Warga Palestina melawan. Terjadi kontak fisik antara warga Palestina yang tengah berada di masjid tersebut dengan para tetara Zionis.

Sikap ini dipicu kemunculan mantan perdana menteri Israel Ariel Sharon, di Masjid al-Aqsa dikawal dengan ratusan pasukan. Setelah dia berjalan di sekitar halaman Aqsa, dia mengeluarkan pernyataan yang membuat amarah Muslim Palesitna memuncak.”Al-Aqsa akan menjadi wilayah Israel,” tutur pria yang meninggal pada 11 Januari 2014 itu.

Muslim Palestina melawan. Sebanyak tujuh Muslim meninggal syahid dan 250 orang terluka. Sementara di kubu tentara Zionis, 13 orang terluka dalam kontak fisik di sekitar Aqsa itu. Bentrokan di Aqsa ini memicu perlawanan di berbagai wilayah di Palestina, seperti di Tepi Barat, dan Gaza.

Dalam sekejap, Intifadah Kedua ini menjadi perhatian dunia, tetapi tetap saja, mereka membisu. Tubuh mungil Muhammad Durrah, bocah 11 tahun yang tertembak timah panas Zionis dan meninggal tepat disamping sang ayah saat berlindung di belakang tong semen, tak mampu menggerakkan nurani dunia.

Tetapi tidak demikian dengan para pejuang Palestina. Durrah, justru menjadi pembakar semangat Infitadah Kedua. Kematiannya kian mengobarkan perlawanan para pejuang Palestina. Gelombang demonstrasi memuncak. Perang meletus. Berdasarkan data resmi Intifadah Kedua ini menelan korban tak sedikit. Sebanyak 4.412 warga Palestina wafat sebagai syahid dan 48 ribu lainnya terluka. Sedangkan di kubu Zionis, 1069 orang mati dan 4500 terluka.

Al-Aqsa kini terus menghadapi rongrongan Zionis Israel. Qadi Abu al-Mudzhafar Al-Abayuri, cendekiawan terkemuka yang hidup di tengah hiruk pikuk Perang Salib, bersenandung. Ia terpukul dan sedih saat Al-Aqsha kembali jatuh di tangan Tentara Salib. Kegundahannya itu tergurat dalam gubahan syairnya:

 Saat Aku melihat umat tak lagi menjaga agama mereka

Panah tak lagi bertebaran dan agama mulai tak lagi ditopang

Jika sendi agama tak disokong

Mudah sekali mereka tergelincir dalam kenistaan

Bagaimana dengan nasibmu kini Al-Aqsa? Zionis Israel telah membagimu menjadi dua. Pagi hingga siang diperuntukkan bagi ibadah kaum Yahudi, sedang selepasnya bagi kaum Muslim. Khusus Sabtu dan hari raya Yahudi, Masjid al-Aqsa dialihfungsikan. Israel juga menetapkan batas umur di atas 50 tahun bagi Muslim yang ingin beribadah di Masjid al-Aqsa. Ke manakah pembelamu? Tampaknya, benar kata al-Abayuri, mereka lebih suka saling hujat dan tuding Sunni Syiah, dan saling serang, tentang siapa yang bertanggungjawab atas tragedi Mina. Entahlah..

 

 

 

    

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement