Selasa 29 Sep 2015 15:38 WIB

KPU Belum Berikan Sikap Resmi Soal Putusan MK

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU 8/2015 terkait calon tunggal. Dalam putusannya disebutkan daerah yang hanya ada satu pasangan calon (paslon) tetap dapat melaksanakan Pilkada serentak 2015.

Atas putusan MK tersebut, maka tiga daerah yang sebelumnya telah ditetapkan ditunda yakni Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Blitar berpeluang kembali menggelar Pilkada serentak.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hadar Nafis Gumay yang ditemui usai putusan MK mengatakan, KPU akan menyatakan sikap resmi setelah melakukan sidang pleno KPU. Hal ini karena KPU sendiri belum mengetahui isi putusan secara mendalam dan juga pemberlakuan keputusan MK tersebut.

“Ini inisial saya, ya. Tapi, kan, keputusan harus pleno, kan. Bukan saya. Tapi, perkiraan saya bisa kalau minta tanggapan langsung dari saya sekarang, saya juga belum baca,” ujar Hadar di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Selasa (29/9).

Namun, Hadar memastikan jika memang putusan mengakomodasi daerah dengan satu pasangan calon untuk tetap turut serta dalam Pilkada, maka KPU tentu akan mengikutinya. Jika demikian, kata Hadar, maka hal itu akan dilalui dengan mengubah Peraturan KPU (PKPU) terlebih dahulu.

“Perkiraan saya masih bisa (tiga daerah ikut Pilkada) tetapi untuk memastikan kami harus baca itu (putusan), sesegera mungkin kami akan mendapatkan putusannya, kemudian nanti sore akan mulai kami bahas, dan kalau keputusannya akan dilaksanakan, maka kami mengubah saja PKPU-nya,” ungkap Hadar.

Diketahui, dalam amar putusannya MK mengatakan pasal yang mengatur syarat minimal dua pasangan calon untuk ikut Pilkada bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945. Dalam pertimbangannya, MK menilai perumusan norma UU 8/2015, yang mengharuskan adanya lebih dari satu pasangan calon tidak memberikan solusi, yang menyebabkan kekosongan hukum.

Hal itu dapat berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya pilkada. Sehingga, syarat mengenai jumlah pasangan calon berpotensi mengancam kedaulatan dan hak rakyat untuk memilih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement