REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi NasDem, Taufiqulhadi membantah ada upaya menyusupkan pasal kretek di Rancangan Undang-Undang Kebudayaan oleh Baleg.
Menurutnya, masuknya pasal kretek sebagai warisan budaya sudah sesuai proses harmonisasi yang seharusnya berlaku di Baleg.
Terlebih, pembahasan draf RUU sehingga menjadikan RUU Kebudayaan menjadi inisiatif DPR masih panjang. Pasal kretek tersebut masih dapat dihapus dari pasal 37 huruf l berdasarkan draf hasil harmonisasi Baleg.
Ia mengatakan, penggunaan pasal penyelundupan atau penyisipan tidak tepat. Sebab, kalau terjadinya penyelundupan pasal jika setelah disahkan muncul pasal yang bukan sebagai pasal yang disepakati dalam pembahasan.
"Salah kalau dibilang ada penyusupan pasal, ada penyisipan atau penyelundupan pasal," katanya di kompleks parlemen Senayan, Selasa (29/9).
Taufiqulhadi menambahkan, proses harmonisasi draf RUU di Baleg memungkinkan untuk menambah pasal atau membuang pasal. Sebab, proses harmonisasi juga dilakukan dengan membahas antara Baleg dengan panitia kerja RUU Kebudayaan.
RUU ini sendiri diusulkan oleh Komisi X DPR RI. Inisiator RUU Pertembakauan ini mengatakan, kretek memang menjadi salah satu produk budaya Indonesia.
Kretek, katanya menjadi kegiatan masyarakat yang sudah ada sejak lama sehingga menjadi tradisi yang merupakan ramuan tembakau dan cengkeh ditambah saus rempah khusus dari pala dan kemenyan sehingga menghasilkan kretek khas Indonesia.
Taufiqulhadi menegaskan, tidak memermasalahkan jika dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan memeriksa terkait indikasi penyelundupan pasal ini oleh Baleg.
Menurutnya, keberadaan pasal kretek di draf RUU Kebudayaan sampai saat ini sifatnya belum mengikat. Pasal itu masih sangat mungkin untuk diubah atau dihapus dari draf RUU Kebudayaan sebelum diparipurnakan menjadi draf RUU inisiatif DPR.
"Tidak apa-apa (MKD menyelidiki), tapi itu ngawur kalau dibilang penyelundupan pasal," tegasnya.