Selasa 29 Sep 2015 17:14 WIB
Pasal Kretek

Kretek Disebut Warisan Budaya, Ini Reaksi Taufiq Ismail

Rep: c14/ Red: Angga Indrawan
Sastrawan Taufiq Ismail dalam kapasitasnya sebagai sesepuh Gerakan Bela Negara di Kantor Redaksi Republika, Selasa (8/9).
Foto: Republika/ Yogi Ardhi
Sastrawan Taufiq Ismail dalam kapasitasnya sebagai sesepuh Gerakan Bela Negara di Kantor Redaksi Republika, Selasa (8/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan RUU Kebudayaan saat masih di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menuai polemik. Dalam Pasal 37 di RUU tersebut, ada penambahan ayat bahwa kretek termasuk warisan budaya bangsa. 

Menjadi kontroversi, kretek merupakan tembakau yang dilinting, diberi tambahan cengkeh, untuk kemudian dihisap, persis seperti rokok. Namun, benarkah kretek merupakan khas Indonesia? Budayawan Taufiq Ismail membantahnya. 

Menurut Taufiq Ismail, masuknya ayat kretek tersebut hanyalah akal-akalan korporasi rokok. Apalagi, jelas dia, cengkeh dan tembakau sendiri bukanlah tanaman asli Indonesia. Keduanya didatangkan dari luar negeri kemudian ditanam di sejumlah perkebunan, utamanya Pulau Jawa, untuk tujuan semata-mata dagang. 

"Cengkeh itu juga tidak asli Indonesia. Itu dari luar. Seperti juga tembakau itu dari luar," tegas Taufiq Ismail saat dihubungi, Selasa (29/9). 

Sastrawan senior ini menjelaskan, budaya merokok juga tidak dikenal sebelumnya oleh orang-orang pribumi Nusantara. Perilaku merokok, kata Taufiq, diambil dari budaya masyarakat Indian Amerika, yang kemudian masuk ke Indonesia melalui perniagaan. 

Korporasi tembakau membidik masyarakat Nusantara. Jumlah konsumen kian meningkat akibat efek kecanduan menikmati lintingan tembakau alias rokok. Dari sana lah kretek dijadikan eksperimen bisnis. 

"Nah, cengkeh ini ketika dicoba-coba dicampurkan ke tembakau, ternyata harum. Dipakai itu (oleh industri). Padahal itu (kretek) bukan asli Indonesia. Enggak ada urusannya dengan budaya kita," ungkap dia. 

"(Ayat kretek) ini akal-akalan dari perusahaan rokok saja untuk memakai cengkeh diakui budaya Indonesia," lanjut tokoh kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat ini. 

Taufiq Ismail menolak keras masuknya ayat kretek dalam RUU Kebudayaan. Dia menilai, anggota dewan terlalu mengada-ada dalam berargumen kretek sebagai warisan budaya Indonesia. 

Dia lantas menjelaskan, industri rokok mempunyai dampak mematikan. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), delapan juta orang mati di seluruh dunia akibat paparan asap rokok pada tahun ini. 

"Bahaya dari asap rokok ini luar biasa. Di Indonesia, mereka membunuh 400 ribu orang setahun, 1.500 orang sehari. Jadi, saya menolak (ayat kretek) itu. Jangan mau kita dibodohi oleh perusahaan rokok," tegasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement