REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VI DPR akhirnya memanggil 3 bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Bank BRI, Bank BNI, dan Bank Mandiri; terkait pinjaman senilai 3 miliar dolar AS dari China Development Bank (CDB).
Dalam rapat dengar pendapat ini, Anggota Komisi VI DPR Endang Srikarti mengingatkan kepada Pemerintah agar memperhatikan konsekuensi atau risiko atas pinjaman yang sudah terlanjur disepakati antara kedua pihak.
Endang menilai, meskipun pemerintah dan pihak perbankan secara tegas mengatakan tidak ada jaminan apapun atas pinjaman ini, namun risikonya akan tetap ada. Cina, sebagai negara pemberi pinjaman dikawatirkan akan tetap meminta manfaat dari Indonesia.
"Apakah ada konsekuensi lain yang akan diterima Indonesia dari pinjaman ini? Misalkan seperti Indonesia wajib menerima tenaga kerja dari China. Karena sudah terjadi di daerah-daerah dimana tenaga kerja dari china membanjiri. Ini harus diperhatikan," ujar Endang, Selasa (29/9).
Di sisi lain, suara senada juga disampikan oleh Anggota Komisi VI lainnya, Iskandar Syaichu. Iskandar meminta agar Kementerian BUMN untuk bisa memberikan jaminan bahwa peminjaman dana yang tergolong besar ini tidak menjadi salah satu skenario untuk memprivatisasi tiga bank yang saat ini sedang dalam kondisi sehat.
"Bisakah pak Deputi menjamin kalau ini tidak akan menjadi skenario untuk tukar guling kepemilikan saham China di perbankan kita?," tanya Iskandar.
Sebelumnya diberitakan, tiga bank BUMN menandatangani kesepakatan pinjaman senilai total 3 miliar dolar AS dengan China Development Bank (CDB). Ketiga bank milik negara tersebut yaitu Bank Mandiri, BRI dan BNI.
Pinjaman tersebut akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Dari total pinjaman tersebut, masing-masing bank menerima pinjaman sebesar 1 miliar dolar AS dengan tenor 10 tahun.
Nantinya, 30 persen dari dana pinjaman tersebut akan diterima dalam mata uang Renminbi (RMB). Tujuan pinjaman tersebut akan digunakan untuk pengembangan infrastruktur serta perdagangan, khususnya antar kedua negara.
Jangka waktu pinjaman selama 10 tahun sesuai dengan pembiayaan infrastruktur yang membutuhkan dana-dana jangka panjang. Selain itu, pinjaman juga akan meningkatkan kerjasama antara Indonesia dan Cina.