REPUBLIKA.CO.ID, MADIUN -- Kemiskinan petani di Indonesia masih sangat tinggi. Hingga kini pemerintah dinilai masih bersikap abai untuk dapat mengubah nasib petani di negeri ini. Hal tersebut disampaikan oleh dosen Institut Pertanian Bogor (IPB), Hermanu Triwidodo, dalam menyambut Hari Tani Nasional.
''Peringatan Hari Tani ini merupakan momentum penting untuk mengingatkan pemerintah dan para pihak lainnya, di tengah minimnya perhatian dan dukungan kepada nasib dan kesejahteraan petani yang masih miskin kehidupannya,'' kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Selasa (29/9).
Hermanu menjelaskan dari tahun ke tahun kehidupan petani tak banyak berubah, tetap berkubang dalam kemiskinan. Data statistik BPS menunjukkan angka kemiskinan di pedesaan jauh lebih tinggi, yakni sebesar 14,7 persen dibandingkan di perkotaan (8,34 persen). ''Sungguh miris, penduduk miskin di pedesaan itu mayoritasnya adalah kaum petani,'' kata pria yang juga menjadi Koordinator Gerakan Petani Nusantara (GPN) ini.
Tak hanya dalam hal jumlah, Hermanu menjelaskan, dari tingkat keparahan dan kedalaman kemiskinan di pedesaan juga masih lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Kedalaman kemiskinan di pedesaan sebesar 2,26 persen. Sementara di perkotaan hanya 1,25 persen. Lalu keparahan kemiskinan di pedesaan sebesar 0,57 persen, sedangkan di perkotaan 0,31 persen.
''Sampai saat ini sedikit sekali lembaga resmi negara maupun swasta yang secara sungguh-sungguh memikirkan nasib petani. Program dan kebijakan yang diambil pemerintah tak pernah berangkat dari kebutuhan petani seolah hanya dijadikan alat produksi,'' tuturnya.