REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penganiayaan yang menimpa aktivitis penolak tambang pasir di pesisir Pantai Watu Pecak, Lumajang, Jawa Timur yaitu Salim alias Kancil (52) dan Tosan 51 menjadi sorotan berbagai pihak. Kasus tersebut harus menjadi momentum untuk mengusut tuntas penambangan pasir ilegal hingga ke akar-akarnya.
"Ini menjadi momentum untuk membongkar mafia penambangan pasir di daerah Lumajang bagian selatan," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Malik Haramain dalam siaran persnya, Selasa (29/9).
Ia menyebut jalur selatan menuju Jember dan Probolinggo selalu terjadi kemacetan yang cukup parah akibat penumpukan truk pengangkut pasir ilegal. Selain sebagai bentuk kejahatan terhadap aktivis, kasus ini sudah melibatkan mafia.
"Ini adalah kejahatan terhadap aktivis dan kita menyayangkan aparat setempat begitu lalainya sehingga menyebabkan korban jiwa," ucapnya.
Menurutnya, kasus tersebut melibatkan mafia mengingat penambangan pasir di kawasan Lumajang selatan sudah berjalan puluhan tahun. "Karena itu kasus ini harus dibongkar dengan tuntas karena penambagan pasir itu sudah melibatkan mafia," ujarnya.
Penambangan ilegal ini sudah terjadi sejak lama bahkan tahunan. Jalur selatan arah ke Jember selalu macet karena terjadi penumpukan truk. "Ini tak mungkin terjadi kalau tidak ada back up dari elit-elit politik karena sudah berjalan lama," katanya lagi.
Maka dari itu, pemerintah dan aparat harus bisa membongkar mafia penambangan pasir ilegal ini. Proses hukum, kata Abdul, tidak hanya harus ditegakkan bagu pelaku penganiayaan tapi juga elit-elit yang berada di belakang penambang pasir ilegal. "Harus diseret ke meja hijau," tegasnya.