REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak bisa dipungkiri, banyak sekali wewangian yang menggunakan pelarut dari alkohol. Bahkan diantara beberapa bahan dasar wewangian, ada yang tidak bisa larut kecuali dengan larutan senyawa alkohol.
Bagaimanakah status hukum parfum beralkohol ini?
Para ulama masih memperbincangkan tentang bolehtidaknya kaum Muslimin meng gunakan parfum beralkohol. Apalagi, jika dipakai untuk beribadah seperti shalat. Pengkajian awal, perlu ditelisik pada hukum awal dari alkohol tersebut. Apakah ia termasuk benda najis, atau tidak.
Jumhur ulama berpendapat alkohol termasuk najis. Dengan dasar ini, mereka menyatakan tidak boleh memakai wangi-wangian atau parfum yang bercampur alkohol. Apabila pakaian yang dikenai parfum dipakai untuk shalat, tentu salatnya tidak sah.
Mereka berdalil kenajisan alkohol dari Alquran, "Sesungguhnya khamr, judi, berhala-berhala, panah (yang dugunakan untuk mengundi nasib) adalah rijsun (yang termasuk) dari perbuatan syaitan." (QS al-Maidah [5]: 90).
Rijsun yang dimaksudkan adalah najis atau sesuatu yang menjijikkan. Sedangkan alkohol sendiri tergolong kepada khamar yang disebutkan dalam ayat ter- sebut. Berdalil dari hadis Rasulullah SAW, "Setiap yang memabukkan itu khamar, dan setiap khamar itu haram." (HR Muslim). Jadi disimpulkanlah alkohol termasuk kategori rijsun atau najis.Sedangkan ulama kontemporer lainnya berpandangan alkohol tidaklah najis.
Pendapat ini dikemukakan para ulama fikih seperti Abi Ibrahim Ismail bin Yahya Muzani dan beberapa fukaha kontemporer. Muhammad Rasyid Ridha dalam kitab Tafsirnya Al Manar mengatakan, belum tentu sesuatu yang diharamkan tersebut adalah najis. Banyak hal yang diharamkan dalam syarak tetapi tidak najis. Misalnya saja, hewan seperti kucing adalah haram dikonsumsi. Tetapi kucing sendiri bukanlah binatang yang najis.
Hal ini bisa berlanjut qiyasnya kepada alkohol. Khamr sendiri, haram untuk dimakan tetapi tidak najis untuk disentuh. Ketika turun ayat yang mengharamkan khamr, para sahabat memecahkan kendi-kendi berisi khamr di jalan-jalan Kota Madinah.
Tentu bukanlah perkara baik jika menumpahkan najis di jalanan. Misalkan, kencing yang menjadi najis dilarang membuangnya di jalan. Jadi, khamr sendiri tidaklah najis. Bersambung..