REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat hukum Andianto Setiabudi, Jhon SE Panggabean merasa putusan hakim tidak memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan. Hal itu dirasakannya terkait memvonis kliennya melebihi dari hukuman maksimal yang ditentukan undang-undang. Hakim Pengadilan Negeri Bandung menghukum Andianto Setiabudi 18 tahun, lebih lama tiga tahun dibanding vonis maksimal.
Jhon merasa putusan hakim berat sebelah dan melanggar kode etik hakim. “Atas hal ini kami akan melaporkan majelis hakim, perihal putusan yang janggal tersebut terkait putusan yang diterima klien kami. Karena itu, kami merencana melaporkan ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA),” ujarnya kepada wartawan, Rabu (30/9).
Bahkan, sejak awal, di persidangan, Jhon sudah menyatakan, bahwa masalah yang menimpa kliennya masuk dalam ranah perdata, tetapi dibawa-bawa ke ranah pidana. Bahwa undang-undang yang disangkakan Undang-Undang Perbankan. Bukan Undang-Undang Koperasi sebagaimana kasus ini masalah koperasi,” Jhon menambahkan.
“Okelah, kami hormati putusan hakim yang multitafsir itu. Tetapi, yang paling memiriskan hati adalah putusan yang maksimal sesuai Undang-Undang adalah 15 tahun, tetapi ini diputus melebihi dari vonis maksimal.
Jhon melihat, hakim memvonis melebihi putusan maksimal paling lama 15 tahun. "Hakim tak mempertimbangkan sama sekali pledoi yang dibacakan. Artinya, putusan hakim tak didasarkan dari berbagai pertimbangan yang objektif. Hanya berat sebelah,” ujarnya
Mengapa ke KY dan MA? Sebagaimana dimaksud UU 18/2011 juncto UU 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, di mana pada Pasal 13 huruf b ditegaskan, bahwa Komisi Yudisial bertugas untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.