REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muhammad Rasyid Ridha dalam kitab Tafsirnya Al Manar mengatakan, alkohol saat ini banyak digunakan untuk tujuan-tujuan positif, seperti keperluan medis, campuran obat-obatan, dan sebagainya. Jika alkohol diharamkan, tentu akan menimbulkan kesulitan (haraj)
Bagi umat manusia karena besarnya tingkat ketergantungan kepadanya. Berdalil dari kaidah fikih, segala sesuatu yang bersifat haraj harus dihilangkan. Rasyid Ridha juga didukung oleh Imam Rabi'ah, Laits bin Sa`d, dan al-Muzaniy yang bermazhab syafi'iyah, Imam Al-Syaukani, al- Shan'aniy dalam kitab Subulus Salam, Shiddiq Hasan Khan dalam kitabnya Al-Rawdhah al- Bahiyyah.
Menurut mereka, kata rijsun yang dimaksudkan ayat adalah najis hukmi (secara isti lah saja) bukan zatnya yang najis. Sama halnya ketika Allah menyebut orang-orang musyrik adalah najis (QS at-Taubah [9]: 28). Demikian juga beberapa poin dalam ayat tersebut seperti berhala dan panah. Benda-benda tersebut tidaklah najis secara zatnya.
Para ulama kontemporer lebih cenderung dengan pendapat kedua yang menyatakan alkohol tidaklah najis. Pendapat ini juga didukung ilmu farmasi dan kimia yang menyatakan derivat alkohol pada parfum berbeda dengan alkohol yang digunakan untuk khamar.
Lembaga Pengawas Pangan Obat- obatan dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) mengatakan, zat alkohol untuk kosmetik dan alkohol untuk makanan tidaklah serupa. Pemanfaatan alkohol dalam industri parfum hanyalah berfungsi sebagai bahan penolong untuk melarutkan komponen wewangian. Ada kemungkinan alkohol ini masih tertinggal dalam produk parfum yang dihasilkan.
Hanya saja, saat digunakan, semisal dioleskan atau disemprotkan ke badan, bahan ini akan cepat menguap dan tinggal meninggalkan aroma parfum.
LPPOM MUI menegaskan, alkohol atau etanol yang digunakan untuk parfum tidak sama dengan khamr jenis minuman keras yang memabukan. Etanol bisa dihasilkan dari fermentasi khamr, tapi juga bisa dari bahan alamiah, seperti bunga atau buah- buahan. Penggunaan alkohol yang bersumber dari fermentasi non- khamr selama tidak digunakan untuk pangan, misalkan sebagai antiseptik, masih diperbolehkan.
Jadi, kendati persoalan tersebut masih khilafiyah (berbeda pendapat) pendapat yang me nyatakan alkohol tidak najis adalah pendapat yang lebih moderat dan mempunyai prinsip taysir (kemudahan) dalam syariat Islam. Jadi, memakai parfum beralkohol tidak lah terlarang baik untuk shalat atau di luar shalat. Baju yang terkena parfum beralkohol tak perlu pula dicuci, karena ia tidak termasuk najis. Wallahu'alam.