Rabu 30 Sep 2015 16:50 WIB

Rahasia Doa Iftitah

Muslimah Papua tengah melaksanakan shalat berjamaah di Islamic Center Al Aqsa, Walesi, Jayawijaya, Papua, Jumat (25/9).
Foto: ROL/Agung Sasongko
Muslimah Papua tengah melaksanakan shalat berjamaah di Islamic Center Al Aqsa, Walesi, Jayawijaya, Papua, Jumat (25/9).

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN)Syarif Hidayatullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Doa Iftitah yang umum dibaca dalam shalat terjemahannya ialah: "Allah Maha besar dengan sebesar-besarnya. Segala puji yang sebanyak-banyaknya bagi Allah. Maha suci Allah pada pagi dan petang hari.

Aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi dengan segenap kepatuhan dan kepasrahan diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya. Sesungguhnya, shalatku, ibadah-ku, hidup, dan matiku hanyalah kepunyaan Allah, Tuhan semesta alam, yang tiada satu pun sekutu bagi-Nya. Dengan semua itulah, aku diperintahkan dan aku adalah termasuk orang-orang yang berserah diri (Muslim)".

Dalam pandangan ulama fikih, doa Iftitah salah satu bacaan yang sangat dianjurkan untuk dihafal dan dibaca setelah takbir ihram. Sejak masa kecil dihafalkan doa tersebut seolah menjadi rukun shalat. Bagi para 'arifin, doa Iftitah tidak hanya utnuk hafal lalu dibaca setiap usai takbir ihram, tetapi harus dihayati kedalaman makna doa Iftitah ini.

Doa Iftitah merupakan kelanjutan dari takbir ihram. Sedangkan, takbir ihram dalam pandangan 'arifin merupakan starting point dalam perjalanan mi'raj menuju dan untuk menjumpai Tuhan.

Doa Iftitah sesungguhnya merupakan ungkapan kefanaan (disappear/annihilate) seorang hamba yang sedang berjumpa dengan Tuhannya. Fana itu sendiri sering diartikan sebagai peristiwa spiritual ketika seorang hamba berada di dalam puncak kesadaran dengan Tuhannya.

Dalam perspektif tasawuf, suasana fana mempunyai beberapa tingkatan, di antaranya ialah fana dari keter ikatan dengan dirinya sendiri secara fisik (al- fana'an al-ta'alluqat al-nafsiyyah), fana dari ketergantungan dengan kalbunya (al-fana'an al-ta'alluqat al-qalbiyyah), dan fana dari zat dan segala materi (al-fana'an al-dzati).

Doa Iftitah lebih terasa sebagai ungkapan batin yang mengalir dari jiwa paling dalam seorang hamba. Doa Iftitah diawali dengan takbir, tahmid, dan tasbih, kemudian diteruskan dengan ung kapan: wajjahtu wajhiya (aku menghadapkan wajahku).

Bagi para 'arifin, kata "wajah" di sini bukan hanya wajah yang menempel di badan lalu diarahkan menghadap ke arah kiblat, tetapi lebih penting dari itu ialah jiwa atau kalbu paling dalam bertawajjuh dengan Tuhan.

Kata hanifan Musliman (kepatuhan dan kepasrahan diri) adalah ungkapan kepasrahan diri secara total kepada Allah SWT dan pada bagian akhir doa ditegaskan lagi dengan ungkapan: Ana min al-muslimin, yang sering diatikan sebagai "aku seorang Muslim" dengan konotasi Muslim formal, padahal kata itu lebih tepat diartikan dengan "aku adalah termasuk orang-orang yang berserah diri". Bersambung..

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement