REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Prasetyo menyebut pemerintah tengah mengupayakan rekonsiliasi untuk enam kasus besar terkait pelanggaran HAM di masa lalu. Enam kasus itu yakni kasus 1965/1966, Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, Wasior dan Petrus.
"Itu yang rasanya akan diselesaikan dengan rekonsiliasi," kata Prasetyo di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (30/9).
Dia menyebut, masih ada sejumlah pihak yang tidak setuju penyelesaikan kasus pelanggaran HAM ditempuh dengan cara rekonsiliasi. Pemerintah, ucap Jaksa Agung, memahami jika masih ada keluarga yang menginginkan penyelesaian melalui jalur hukum.
"Banyak keluarga korban yang ingin agar ini segeralah diselesaikan dan jangan berkepanjangan. Tapi banyak juga keluarga korban yang bertahan dan minta diselesaikan secara hukum. Persoalannya di sana," katanya.
Menurut Prasetyo, penyelesaian melalui jalur hukum justru lebih sulit. Sebab, belum ada pengadilan HAM di Indonesia. Apabila ingin membentuk pengadilan HAM ad hoc juga membutuhkan proses politik di DPR terlebih dahulu yang membutuhkan waktu panjang.
Karena itu, dia menilai penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lampau lebih baik ditempuh lewat jalur nonyudisial, alias rekonsiliasi.
Prasetyo menjelaskan, setidaknya ada tiga tahapan rekonsiliasi. Pertama, ada pernyataan pembenaraan bahwa pelanggaran HAM berat itu memang ada. Kedua, penjelasan mengenai kebenarannya atau mengungkap apa yang terjadi di masa lalu. Ketiga, bentuk penyesalan karena peristiwa itu sampai terjadi.
"Di sini sekaligus menyatakan bahwa diharapkan ke depan tidak akan terjadi lagi peristiwa yang sama," kata Prasetyo.
Dengan cara itu, pemerintah berharap keluarga korban pelanggaran HAM tidak terbebani lagi dengan sejarah kelam masa lalu.