Rabu 30 Sep 2015 23:01 WIB

Teladan Keikhlasan Keluarga Ibrahim

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agung Sasongko
Pemandangan kota suci Makkah dari udara.
Foto: AP/Mosa'ab Elshamy
Pemandangan kota suci Makkah dari udara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua titik kecil di tengah gurun pasir Semenanjung Arabia. Seorang lelaki pergi bergegas diikuti perempuan yang menggendong bayi.

Imam Bukhari meriwayatkan, hanya sebuah buntalan berisi kurma dan segeriba air pada mereka. "Hai Ibrahim. Hendak ke mana kau pergi dan meninggalkan kami di lembah tanpa teman atau perbekalan untuk mencukupi kebutuhan kami di sini" Hajar, perempuan itu, terus membuntuti Ibrahim.

Ia lontarkan pertanyaan berulang kali, tapi Ibrahim bergeming. Hatinya resah. Ia seorang perempuan, membawa anak bayi, dan hendak ditinggalkan begitu saja di tengah padang pasir. Tak mendapat jawaban, Hajar pun bertanya, "Allah-kah yang menyuruhmu untuk melakukan hal ini?"

"Ya," jawab Ibrahim singkat.

"Kalau begitu, Ia tidak akan menelantarkan kami."

Peristiwa itu terjadi semasa Ismail bayi. Saat itu, setiba di bukit Tsaniyah, tempat Hajar dan Ismail sudah tidak kelihatan lagi, Ibrahim menengadahkan tangan.

"Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb kami, yang demikian itu agar mereka mendirikan shalat."

Dalam kisah yang terabadikan di surah Ibrahim ayat ke-38, Ibrahim pun meminta, "Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah- mudahan mereka bersyukur."

Ujian keikhlasan Zaman terus berganti. Hajar telah wafat, sedang Ismail tumbuh besar sebagai pemuda yang saleh.

Padang pasir tempat keduanya ditinggalkan telah berubah menjadi tempat pemberhentian kafilah yang ramai.

Sebuah sumber mata air menghidupi mereka dan orang-orang di sekelilingnya. Ismail pun dikisahkan kemudian menikah dengan salah satu perempuan dari keluarga pendatang di sana.

Sampai tibalah satu hari yang mengubah sejarah anak cucu Ibrahim. Hari itu, Ibrahim datang menemui Ismail. Ia membawa sebuah amanah penting dari Tuhannya. "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu," ucap Ibrahim setiba bertemu putranya.

Dikisahkan oleh Ibnu Katsir dalam Qashash al- Anbiya', terus terang Ibrahim utarakan perintah itu agar ia pun lebih rela dan ringan dalam menjalankannya.

Seperti dikatakan Ibnu Abbas, "Impian para Nabi adalah wahyu." Lewat mimpi itu, Ibrahim diperintahkan Allah SWT untuk menyembelih Ismail.  Ini tentu menjadi ujian yang berat bagi Ibrahim.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement