REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Proses penyelesaian sengketa di daerah yang terdapat gugatan sengketa dinilai belum memiliki standar yang sama.
Sebab, di beberapa putusan panitia pengawas (Panwas) terjadi disparitas (perbedaan jauh) antara satu kasus dengan kasus lainnya meski memiliki tipologi kasus yang hampir sama.
Hal tersebut yang diamati pemerhati Pemilu dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) selama proses pengambilan putusan panwas di daerah.
"Setidaknya ada beberapa catatan yang kita nilai di sini terjadi perbedaan perlakuan, dilakukan reaktif dan tidak dilakukan secara mendalam sehingga terjadi inharmonisasi putusan antara satu daerah dengan daerah lainnya," ujar Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil, di Media Center Bawaslu, Jakarta, Rabu (30/9).
Ia mengungkapkan dari catatan-catatan putusan yang diambil di beberapa daerah, keputusan panwas dalam proses penyelesaian sengketa belum cukup utuh dalam menkontruksikan pertimbangan hukum hingga sampai pada keputusan. Selain itu juga, ditemukan kurang mendalam dan detailnya panwas dalam mengurai putusan tersebut.
Oleh karena itu, perlu suatu pedoman dan standarisasi dalam proses penyelesaian sengketa di setiap daerah.
"Ini agar tidak tercipta disparitas keputusan dan diperlakukannya standar sama dalam putusan sengketa tersebut," ujarnya.
Sementara itu Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ida Budhiati yang hadir dalam diskusi mengungkapkan putusan yang dinilai reaktif bisa saja terjadi lantaran dituntut cepatnya panwaslih dalam memproses sengketa di Pilkada.
Meski begitu, ia menilai Panwaslih memegang peranan penting sebagai wasit peradilan sengketa antara KPUD dengan pasangan calon.
Sehingga diperlukan kedalaman dalan memutus suatu perkara. Ia berharap Panwas bisa bekerja sesuai peraturan yang ada guna menghindari melahirkan putusan yang salah dalam menangani sengketa. "Karena apapun putusannya, baik atau buruk, KPU harus tetap melaksanakan," ujar Ida.
Ia menuturkan dari 266 daerah, ada 33 perkara yang diajukan pasangan calon lantaran tidak terima atas keputusan KPU yang menolak pendaftaran mereka. Namun, dari 33 kasus yang diajukan sebanyak 23 kasus dikabulkan, 10 ditolak oleh Panwas.
"Hampir 99 persen pengajuan sengketa diajukan oleh pasangan calon yang berasal dari parpol dua kepengurusan," ungkapnya.
Adapun catatan yang diambil Perludem yakni terjadi kasus di Kabupaten Pesisir Barat, Kabupaten Pesawaran (Lampung), Kabupaten Ketapang (Kalimantan Barat), Kabupaten Bone Bolango (Gorontalo), Kabupaten Kepahiang (Bengkulu), Provinsi Sulawesi Utara, dan Kabupaten Kepulauan Aru (Maluku).