REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Kasus pembunuhan Salim alias Kancil (46) warga Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, yang menolak tambang pasir tengah menjadi perhatian publik. Salim dibantai oleh preman-preman di depan umum.
Saat ini pihak kepolisian telah menetapkan 18 tersangka dalam kasus pembunuhan itu, termasuk Kepala Desa (Kades) Selok Awar-Awar Hariyono. Mul, salah seorang saudara Salim Kacil, mengungkapkan awalnya hubungan antara korban dan Kades Hariyono terjalin dengan baik.
Hal tersebut lantaran Salim masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan Hariyono. Bahkan Salim termasuk warga yang membantu memenangkan Hariyono dalam pemilihan kepala desa.
"Kancil itu sampai bawa pisang sekarung, dipikul pas waktu ada kumpul-kumpul memenangkan Kades," kata Mul mengenang.
Hubungan antara Salim dan Hariyono mulai merenggang menjelang pemilihan kepala desa pada periode berikutnya. Hal tersebut lantara Hariyono membuat 'pasukan' yang disebut Tim 12. Tim ini mengintimidasi warga untuk memilih kembali Hariyono sebagai Kades.
"Ya, dia itu menang lagi karena warga dipaksa," ucapnya.
Menurut Mul, Tim 12 yang dibentuk sebagai "juru gebuk" itu juga yang kemudian menjadi tenaga pengamanan tambang pasir yang dibuka sang kades di desa tersebut. Saat itulah, kata Mul, perseteruan Kades dengan Salim dan warga semakin memanas.
Puncaknya terjadi saat sang Kades memaksa untuk membeli sawah milik Salim dengan harga murah untuk dijadikan parkir truk pengangkut pasir. Kecuali satu lajur saja yang dipakai paksa, Salim tidak pernah mau menyerahkan sawahnya.
Sejak saat itu, Salim dianggap penghalang usaha sang Kades dan kerap mendapatkan teror. Sabtu (26/9), Salim dibunuh Tim 12 dan anak-anak buahnya dengan cara disiksa di depan umum.