Kamis 01 Oct 2015 16:43 WIB

Tragedi Asap Sumatra Bukan Bencana Nasional

Rep: Sonia Fitri/ Red: Ilham
Sejumlah pengendara melintas di jalan yang dipenenuhi kabut asap kebakaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Riau, Rabu (30/9).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Sejumlah pengendara melintas di jalan yang dipenenuhi kabut asap kebakaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Riau, Rabu (30/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) tak sepakat dengan wacana penetapan kejadian kebakaran Sumatra-Kalimantan sebagai Darurat Bencana Nasional. Sebab, kebakaran dan asap merupakan hasil perilaku manusia yang serakah karena sengaja membakar hutan dan lahan.

"Kita sangat menyayangkan jika hal itu terjadi," ujar Menejer Kampanye Walhi Edo Rakhman pada Kamis (1/10). Ketimbang ditetapkan darurat asap, akan lebih baik jika disebut "Bencana Ekologis" karena kejadian tersebut memberikan dampak buruk pada lingkungan dan manusia.

Jika ditetapkan sebagai bencana nasional, justru seolah akibat dan kerugian yang terjadi harus ditanggung oleh negara. Sementara uang negara berasal dari rakyat. Padahal, bukan rakyatlah yang harus bertanggung jawab atas kebakaran hutan, melainkan pengusaha besar yang membakar hutan.

Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat, Anton P Widjaya sepakat, kebakaran lahan dan hutan berikut asapnya bukanlah bencana. Ia terjadi akibat ulah manusia, dan penanggulangannya harus melibatkan korporasi terkait. "Yang harus ditekan negara itu adalah perusahaan agar mengganti kerugian, kalau hari ini disebut bencana, nanti uang rakyat lah dipakai," tuturnya.

Kepala BNPB Willem Rampangilei menegaskan tidak kewalahan menghadapi kebakaran hutan dan kabut asap yang serampak terjadi di enam provinsi. "Kalau terkesan kewalahan, karena dulu hanya satu provinsi hanya di Riau, kalau sekarang serempak di enam provinsi sekaligus," tuturnya. Penangananya pun, lanjut dia, tidak under control karena pengamatan dan prediksi sudah diketahui jauh-jauh hari.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement