REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pejabat Pengganti Sementara (PPS) Kepala divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja mengatakan, pencairan dana jaminan hari tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan melonjak hingga 100 persen, sejak 1 hingga 25 September 2015.
"Jadi total pencairan sampai 25 September ada Rp 1,8 triliun, kalau sampai 30 September kemarin mungkin perkiraan saya sekitar Rp 1,9 sampai Rp 2 triliun, dan itu sesuai perhitungan kita," katanya saat dihubungi, Kamis (1/10).
Ia tak menampik, kenaikan pencairan JHT ini melesat tajam jika dibandingkan periode Januari-Juli. Irvansyah menjelaskan, pada periode Januari-Agustus per bulan rata-rata pencairan Rp 1 triliun, atau rata-raya per harinya sekitar Rp 50 mikiar.
"Sejak 1 September, dibuka keran regulasi baru yang boleh pencairan bagi yang di-PHK dan resign, itu langsung ada lonjakan naik sampai 100 persen. Jadi yang biasanya sehari Rp 50 miliar jadi Rp 100 miliar, dan sebulan mencapai angka Rp 2 triliun. Sesuai dengan hitungan kami," lanjutnya.
Ia menjelaskan, awalnya peningkatan terjadi setelah adanya perubahan revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2015 menjadi PP nomor 60 tahun 2015, dimana PP lama yang dikeluarkan pada Juli tersebut, tidak mengijinkan pencairan JHT, untuk pekerja resign dan terkena PHK sebelum pensiun. Lalu, keluarlah revisi peraturan baru tersebut yang disertai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 19 Tahun 2015 tentang Kelonggaran Pencairan JHT.
"Ada isu-isu yang mengatakan pencairan ini tak akan berlangsung lama, yang membuat masyarakat takut ada perubahan lagi dan berduyun-duyun mencairkan ke kami," katanya menambahkan.
Bicara menenai persentase klasifikasi pencairan tertinggi, Irvansyah mengatakan, pekerja yang resign atau mengundurkan diri menempati posisi teratas dengan sekitar 63 persen. "Yang karena PHK hanya 9,4 persen, sedangkan yang karena masa pensiun sendiri cuma sekitar 1,7 persen," tegasnya.