REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota tim perancang buku Sejarah SMA kelas XII Kurikulum 2013 dari Kemdikbud, Linda Sunarti mengklaim, ada kemajuan dalam buku pelajaran yang dikeluarkan pemerintah saat ini terkait infomasi mengenai peristiwa Gerakan 30 September 1965 alias G 30 S.
Linda mengatakan, buku yang ia susun bersama beberapa orang lainnya tersebut, bukan hanya memuat teori yang dikutip dari buku putih sebagai sumber resmi yang dikeluarkan pemerintah. Namun, buku tersebut juga telah memaparkan berbagai versi teori terkait peristiwa G30S.
"Kita sudah berikan pengetahuan, pemahaman, daripada mereka dapat pengetahuan yang nggak jelas (validitasnya) dari sumber lain. Di buku SMA itu sudah kita masukkan berbagai versi, misalnya teori CIA, Cina, Soekarno, berdasarkan sumbernya dari mana. Jadi, sudah mulai membuka wacana itu," kata Linda kepada Republika.co.id, Kamis (1/10).
Linda mengatakan, buku versi pemerintah itu telah dipinjamkan secara gratis kepada sekolah-sekolah dan wajib digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut dia, disediakannya berbagai versi teori terkait peristiwa G30S di dalam buku wajib tersebut untuk menghindarkan para siswa dari kesimpangsiuran informasi yang bisa didapat dari mana saja.
Disediakannya berbagai informasi yang telah melalui validasi, ia melanjutkan, diharap akan meminimalisasi kesalahpahaman para siswa dari pengaruh sumber-sumber informasi yang tidak valid dan berkompeten.
"Karena di internet siapapun bisa nulis, kadang siswa nggak tahu itu fitnah dan itu berdampak pada generasi muda sekarang," ujarnya.
Selain menggunakan buku wajib dari pemerintah, Kepala Prodi Sejarah FIB UI itu mengatakan, sekolah juga diperbolehkan menggunakan buku sejarah lain dalam kelas peminatan sejarah yang berdurasi empat jam setiap minggunya.
Linda mengatakan, kelas peminatan tersebut merupakan sesuatu yang wajib dalam kurikulum 2013. Pengetahuan terkait berbagai versi teori G30S yang disediakan dalam buku pelajaran wajib dari pemerintah inilah yang kemudian, menurut dia, dapat diperdebatkan dalam kelas peminatan.
"Di buku itu ditulis dari yang diakui oleh negara, yang resmi ini. Itu kan kesimpulan. Tapi kita buka wacana untuk memberikan fakta bahwa ada loh pendapat lain yang begini. Nanti diperdebatkan di kelas peminatan khusus sejarah yang empat jam itu," ujarnya.
Ia pun memandang kurikulum 2013 memberikan perubahan yang positif bagi para siswa. Dengan adanya kelas peminatan, Linda menyebut, siswa SMA dilibatkan dalam menggali sejarahnya sendiri dari sudut pandang mereka.
"Misalnya, 'gimana G30S di kota kamu, coba wawancarai nenek yang ada di zaman itu'. Itu mendorong siswa untuk belajar kritis dan aktif, tidak menerima begitu saja. Mereka berdebat di situ," ujarnya.
Meski begitu, Linda menyoroti keseriusan pemerintah dalam menyediakan guru sejarah. Menurut dia, selama ini ada kecenderungan pemerintah menganggap remeh pelajaran sejarah.
Salah satu bentuknya, yakni tidak semua guru pengajar pelajaran sejarah merupakan guru sejarah. Ketidakmengertian guru pengajar sejarah inilah, lanjut Linda, yang terkadang membuat siswa ikut keliru dalam memahami sejarah.
"Pemerintah jangan menggangap remeh pelajaran sejarah, seolah semua orang bisa ngajar sejarah. Nggak segampang itu. Pola pikir atau mindset pejabat-pejabat di daerah itu harus diubah. Justru bahaya kalau sejarah diajarkan orang yang nggak ngerti apa-apa," kata anggota Masyarakat Sejarawan Indonesia ini.
"Guru-guru di daerah itu harus dipersiapkan. Sejarah ini transformasi masa depan Indonesia sebagai bangsa, itu dirajut oleh sejarah. Kalau pengajaran sejarah sampai ke generasi mudanya salah, jangan harap nasionalisme kita bisa akan terjaga hingga 20-30 tahun ke depan," kata Linda menambahkan.