REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum internasional Universitas Indonesia Jakarta Prof Hikmahanto Juwana mengatakan Indonesia harus menjadi penengah dua faksi yang berbeda di Palestina, setelah ada sejarah baru dengan pengibaran bendera Palestina di markas PBB.
"Indonesia bisa berperan sebagai penengah bagi dua faksi yang berbeda pendekatan di Palestina dengan mengadakan konferensi yang diikuti kedua pihak dan negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)," kata Hikmahanto dihubungi di Jakarta, Jumat (2/10).
Di sisi lain, Hikmahanto mengatakan Palestina sendiri harus berbenah untuk menyelesaikan dua pandangan yang berbeda di internalnya, yaitu faksi Fatah dan Hamas. Faksi Fatah menghendaki kemerdekaan di tanah yang dikuasai bangsa Palestina saat ini, sedangkan faksi Hammas menghendaki Palestina merdeka keseluruhan dan mengenyahkan Israel dari tanah Palestina.
Menurut Hikmahanto, pengibaran bendera Palestina di markas PBB, New York sendiri merupakan sebuah sejarah bagi bangsa Palestina. Namun, dia mengatakan perjuangan bangsa Palestina belum selesai. "Perjuangan belum selesai karena negara-negara seperti Amerika Serikat dan sekutunya belum mengakui," ujarnya.
Hikmahanto mengatakan pengibaran bendera Palestina sendiri menunjukkan bahwa PBB sudah mengarah pada posisi mengakomodasi aspirasi masyarakat internasional yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Sebelumnya, bendera Palestina dikibarkan di tiang bendera di kebun mawar di Markas Besar PBB, New York, Rabu (30/9).
Negara Palestina, yang akhirnya diterima sebagai negara nonanggota PBB, memperoleh dukungannya pada awal September dari Sidang Majelis Umum PBB untuk mengibarkan benderanya di PBB, berdampingan dengan bendera negara anggota lain badan dunia tersebut.
"Saya katakan kepada rakyat saya di mana saja kibarkan bendera Palestina setinggi mungkin sebab itu adalah lambang identitas Palestina kita," kata Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, seperti dilansir Xinhua.