REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Tubagus Chaeri Wardana, Maqdir Ismail menyebut tersangka kasus dugaan korupsi alat kesehatan (alkes) di Puskesmas Kota Tangerang Selatan dan fisik RSUD Tangerang Selatan tahun 2012, Dadang Prijatna ingin menyudutkan kliennya. Dalam persidangan beberapa hari lalu, Dadang mengaku bahwa ia masih melakukan komunikasi dengan Wawan yang kini mendekam di Rutan Serang.
"Pasti dia (Dadang) punya kepentingan. Dia akan berusaha mencoba menumpahkan kesalahan itu pada Wawan," kata Maqdir, Jumat (2/10).
Maqdir mengatakan, pernyataan Dadang tersebut hanya pengakuan sepihak yang bertujuan untuk membela diri dan tidak ada bukti. Ia pun menyebut keterangan itu sebagai omong kosong belaka yang bertujuan untuk membunuh karakter kliennya.
"Dia tidak mau tanggung jawab terhadap yang ia lakukan. Sementara ia mau menikmati saja hasil perbuatan ia selama ini. Kan begitu banyak yang ia lakukan hanya untuk dapat keuntungan buat dirinya sendiri," ujarnya.
Menurut Maqdir, jika memang benar Wawan dapat mengendalikan kasusnya dari dalam Lapas, maka seharusnya kasus itu tidak akan menyeretnya menjadi tersangka seperti saat ini. "Itu kan cuma pengakuannya saja untuk membela diri. Apa buktinya, kan nggak ada," ujarnya.
Dadang Prijatna merupakan 'tangan kanan' Wawan yang juga Manajer Operasional PT Bali Pacific Pragama (BPP). Dalam kesaksiannya di persidangan, Rabu (30/9), Dadang mengungkapkan ia kerap melakukan komunikasi melalui layanan Blackberry Messenger dengan Wawan yang kini mendekam di Rutan Serang. Dadang mengatakan, adanya perintah dari Wawan yang meminta kepada terdakwa agar berbohong mengenai pembagian nilai proyek alkes yang diterima oleh PT BPP sebesar 43,5 persen.
Dadang mengaku pernah diberi telepon seluler pada November 2013 di salah satu rumah makan di daerah Serpong, Tangerang Selatan. Pemberian telepon genggam kepada Dadang dimaksudkan untuk mempermudah komunikasi dan arahan dari Wawan.
"Kata Bu Yayah itu BB (Blackberry) dari Bu Airin. Kodenya B1 itu untuk Pak Wawan, I untuk Airin, YH untuk Yayah Rodiyah, DS untuk Dadang Supena, dan SKT untuk Sukatma," kata Dadang saat menjawab pertanyaan pengacaranya, Sutiyono, di hadapan majelis hakim yang diketuai Jasden Purba.
Selain itu, kata Dadang, Wawan juga memerintahkan dirinya agar mengaku tidak mengenal Direktur PT Java Medika Yuni Astuti saat penyidik meminta keteranganya. "Ada arahan sebenarnya untuk tidak menyebut nama Yuni Astuti harus dilindungi, bagian persentase 43 persen juga jangan diakui," ucap Dadang.