REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peristiwa G30S/PKI merupakan tragedi nasional yang hingga kini kerap mengundang polemik. Saat menjadi narasumber Training of Trainer (TOT) Empat Pilar Kebangsaan MPR di Bogor, Jawa Barat, politikus PDIP Ahmad Basarah menyinggung soal permintaan maaf pada PKI.
Dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Ahmad Basarah mengatakan, permintaan maaf demikian harus mempunyai pijakan hukum. Sedangkan hingga kini, lanjutnya, landasan hukum yang ada, yakni Ketetapan (TAP) No XXV/MPRS Tahun 1967. Di sana, diatur soal pelarangan ideologi komunisme dan paham ateis.
"TAP itu masih berlaku," ujar Ahmad Basarah, Jumat (2/10).
Dalam hal G30S/PKI, lanjut dia, sesungguhnya korban juga berasal dari kalangan Sukarnois, khususnya yang tergabung dalam Partai Nasional Indonesia (PNI). Bahkan, sebut dia, Presiden Sukarno dan keluarganya pun ikut menjadi korban politik.
Dengan demikian, dia menegaskan, pemerintah justru pertama-tama harus meminta maaf pada Presiden Sukarno dan keluarganya. "Dengan pengangkatan Bung Karno sebagai Pahlawan Nasional, maka Sukarno tak terbukti melakukan pengkhianatan pada bangsa dan negara," tegasnya.
Dia lantas menuturkan, harapannya agar TAP No.XXV/MPRS Tahun 1967 tak lantas menjadi alat kesewenang-wenangan dalam memandang keturunan simpatisan PKI. Ahmad Basarah menyimpulkan, permintaan maaf kepada PKI secara yuridis formal belum memiliki dasar hukum secara ketatanegaraan.
"Permintaan maaf bisa terjadi bila ada putusan pengadilan yang menyatakan negara salah sehingga harus melakukan minta maaf," ujar dia.