REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Keseriusan pemerintah mengatasi kebakaran hutan dan lahan yan memicu terjadinya kabut asap di Sumatera dan Kalimantan mendapat kritik dari Momon Sodik Imanuddin ahli tata kelola air dan hidrologi Universitas Sriwijaya (Unsri).
"Kebakaran lahan dan hutan yang menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat seharusnya jauh-jauh hari dapat dilakukan pencegahan dan benar-benar diantisipasi pemerintah. Jika pencegahan dan antisipasi benar-benar dilakukan, dampak kebakaran lahan dan hutan yang ada tidak akan menjadi lebih luas sekarang ini," katanya dalam diskusi yang diprakarsai PT Sinarmas, Jumat (2/10).
Menurutnya peran pemerintah, pemerintah daerah bersama dinas dan korporasi seharusnya semua sudah siap dengan program pencegahan kebakaran lahan dan hutan jauh-jauh hari, tidak seperi sekarang yang sibuk dengan pemadaman kebakaran lahan dan hutan dengan dampak yang sudah luas.
"Seharusnya pemerintah bahu-membahu untuk mengantisipasi agar tidak terulang kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah sepertinya masih sebatas slogan melakukan antisipasi dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Baru proaktif saat ada api dan sibuk memadamkannya, tapi belum banyak tindakan untuk melakukan pencegahan," tegasnya.
Momon Sodik menjelaskan, tidak ada salahnya, pencegahan dan antisipasi dengan membuat early warning system seperti memasang papan reklame di setiap lokasi yang rawan kebakaran dan memberdayakan masyarakat.
"Coba lihat di sepanjang jalan antara Palembang dan Indralaya yang sekarang ini di kawasan itu beberapa kali terjadi kebakaran lahan. Di situ tidak kita jumpa papan reklame tentang pencegahan kebakaran hutan dan lahan," ujarnya.
Kebakaran hutan dan lahan yang dituding dilakukan warga menurut Momon Sodik, pemerintah juga harus memberikan solusi, seperti dengan memberikan bantuan untuk membuka lahan, bantuan bisa dengan teknologi sehingga tidak lagi membuka lahan dengan cara membakar lahan.
"Namun yang terjadi, dari survei yang dilakukan ternyata pembakaran lahan dilakukan pemilik lahan perkebunan dalam jumlah yang luas, jadi bukan oleh warga. Areal perkebunan yang luas milik orang kota, dan warga di sekitar lahan tersebut hanya disuruh untuk melakukan pembakaran dengan upah yang sangat minim," katanya.