Sabtu 03 Oct 2015 19:44 WIB

Daerah Butuh Aturan Spesifik Terkait Minol

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Djibril Muhammad
Minuman Beralkohol
Foto: Republika/Prayogi
Minuman Beralkohol

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa pihak menilai dikembalikannya kebijakan pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol (minol) dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah daerah sebagai kebijakan yang kurang efektif.

Sebab pada pelaksanaannya, banyak daerah yang kemudian melarang secara merata, bukan dalam rangka pembatasan.

Hal ini juga yang menurut perwakilan Asosiasi Pengusaha Minuman Beralkohol Bambang Britono bahwa Peraturan Daerah (Perda) tersebut bertentangan dengan aturan di atasnya yakni terkait Minol tersebut yang berlaku hingga hari ini yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 6/2015 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No. 20/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Perizinan Minuman Beralkohol.

Direktur Logistik dan Sarana Distribusi Kementerian Perdagangan Jimmy Bella mengatakan sedianya pengaturan Minol dikembalikan ke daerah karena memang aturan minol tidak bisa disamaratakan ke semua daerah. Sehingga, perlu aturan spesifik setiap daerah sesuai dengan kearifan lokal di daerah tersebut.

"Ini kan minol jangan dianggarp kayak beras dan rokok, ini barang yang sensitif, jadi pengaturanya ini memang spesifik, tidak bisa digeneralisasi," ungkap Jimmy usai hadir dalam diskusi bertajuk Pro Kontra RUU Minol di Warung Daun Cikini, Menteng, Jakarta, Sabtu (3/10).

Ia menuturkan, pengaturan spesifik tersebut yang kemudian membuat daerah perlu menelurkan kebijakan sesuai dengan kondisi di daerah tersebut. Menurut dia, jika kondisi di daerah tersebut tidak mendukung minol beredar, itu patut dihargai.

"Makanya Pemda kan yamg menentukan, di mana yang boleh atau tidak. Kalau mau tutup semua ya silakan," ujarnya.

Ia juga menegaskan sejatinya Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Minol yang tengah digodok DPR juga bukan pada konsep pelarangan, namun pembatasan. Hal ini lantaran pengaturan minol tidak bisa disamaratakan ke semua daerah.

"Usulan DPR itu kan ada pelarangan, tapi kita usulkan pengendalian dan pengawasan, kalau pelarangan itu konotasinya forboden saja, tapi kenyataannya banyak daerah dan lokasi dibolehkan seperti di Bali aja," ungkapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement