REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Pejabat Gubernur Kalimantan Tengah Hadi Prabowo menegaskan meninggalnya bayi bernama Ratu Anggraini bukan akibat infeksi saluran pernafasan akut melainkan diare. Informasi Dinas Kesehatan Kalteng kondisi diare bayi berumur 45 hari itu saat di bawa ke rumah sakit umum daerah (RSUD) Doris Silvanus sudah kritis, kata Hadi di Palangka Raya, Senin (5/10).
"Bayi itu sudah dua hari menderita diare baru di bawa ke rumah sakit. Pihak RSUD Silvanus sudah berupaya melakukan penanganan seoptimalnya, tapi Tuhan berkehendak lain. Jadi bukan karena kabut asap," ucapnya.
Sebelumnya, Ratu meninggal saat berada di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Doris Sylvanus, Sabtu (3/10) sekitar pukul 06.37 WIB. Dokter yang menangani mendiagnosa bayi itu mengalami dehidrasi hingga syok akibat diare.
Hadi yang juga Deputi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu mengatakan meninggalnya bayi tersebut belum dapat menetapkan kota Palangka Raya status kejadian luar biasa (KLB) Diare. Sebab, meninggalnya bayi akibat menderita diare baru satu orang dan terlambat di bawa ke RSUD.
"Kita juga harus melihat kenapa bayi itu bisa meninggal. Perlu dikaji juga kenapa bisa meninggal. Penanganannya sudah seperti apa. Tidak bisa langsung ditetapkan KLB. Ada kriteria dalam menetapkan status KLB," ucapnya.
Pj Gubernur Kalteng itu menolak dan menganggap Pemerintah tidak perlu minta maaf terhadap kabut asap yang menjadi penyebabkan terjadinya diare dan meninggalnya bayi berumur 45 hari itu.
Dia mengatakan terbakarnya lahan maupun hutan di provinsi berjuluk 'Bumi Tambun Bungai' tersebut bukan karena pemerintah, melainkan oknum-oknum masyarakat maupun pihak perkebunan yang membersihkan lahan dengan cara membakar.
"Pemerintah justru melakukan berbagai upaya agar kabut asap bisa segera di atasi. Kita sudah bekerja sangat keras agar kabut asap ini teratasi. Kenapa jadi minta maaf. Bukan kita yang bakar," demikian Hadi.