Senin 05 Oct 2015 16:40 WIB

Anggota Dewan: Program 35 Ribu Mw Harus Dikuasai Negara

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang.
Foto: Bappenas
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengatakan, dalam program 35 ribu megawatt (mw) yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi),  pemerintah dihadapkan pada dua pilihan yakni memprioritaskan kebutuhan listrik atau mengembangkan industri-industri terlebih dahulu.

Ia menambahkan, negara harus memiliki investasi yang bagus untuk situasi negara saling menunggu apakah listrik disediakan terlebih dahulu atau industri masuk atau paling tidak rencana-rencana ke depan secara UUD terpenuhinya, sehingga mana yang lebih dulu.

"Menurut saya yang krusial dari sudut pandang. Pertumbuhan ekonomi muncul program 35.000 mw, tentunya apakah kita bisa bertahan," ujarnya dalam acara Diskusi Energi HIPMI bertajuk "35.000 Mw Untuk Siapa?, Membedah Kebijakan dan Bisnis Ketenagalistrikan di Indonesia, di HIPMI Center, Jakarta, Senin (5/10).

Ia melanjutkan, apabila Indonesia masuk ke target pertumbuhan, maka tidak mungkin mencoba melebihi kalau kita cara berpikirnya seperti itu, yaitu kepastian berinvestasi. "Harus ada beberapa faktor kepastian berinvestasi, kalau indikator ekonomi makro maka iklim investasi harus dipacu sehingga ada kepastian di tengah-tengah ketidakpastian," lanjutnya.

Ia menilai, penguasaan sektor listrik merupakan salah satu cara memacu pertumbuhan dan mensejahterakan masyarakat. Satya menegaskan, bagaimana pun juga sektor listrik harus dikuasai negara. Apabila PLN hanya 5.000 mw artinya dominasi PLN sudah mulai hilang.

"Listrik tidak bisa begitu saja dilepas kepada pengusaha swasta, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Karena swasta ini pasti tidak mungkin mau rugi," sambungnya.

Apabila lebih dari 50 persen listrik dikuasai swasta, ia menilai akan sangat tidak tepat karena dominasi PLN hilang. "Harus dikuasai negara. Ini juga menyangkut penentuan tarif, dalam uu yang disahkan di DPR, bahwa penentuan tarif listrik diusulkan oleh pemerintah lalu disetujui DPR. Dalam kondisi ini apakah pemerintah punya kekuatan/bargain," tambah dia.

Ia menambahkan, persoalannya bukan hanya pada angka 35 ribu mw, tapi ada teknis yang harus diperhatikan, dan yang akan terbebani PLN. "Listrik ini belum ditata berkeadilan, saat ini masyarakat ada yang mendapatkan subsidi. Harusnya kalau mau adil, masyarakat yang belum menerima listrik dan subsidi, sekitar 12 juta orang diberi uang tunai sebesar subsidi," katanya menegaskan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement