Senin 05 Oct 2015 18:20 WIB

Pemasok Batu Bara: Kita Sudah Megap-Megap

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nur Aini
 Pekerja mengambil briket batubara yang sudah dicetak di  lingkungan balai pengembangan perindustrian sub unit pengembangan IKM logam, Gedebage, Kota Bandung, Kamis (6/8). (foto : Septianjar Muharam)
Pekerja mengambil briket batubara yang sudah dicetak di lingkungan balai pengembangan perindustrian sub unit pengembangan IKM logam, Gedebage, Kota Bandung, Kamis (6/8). (foto : Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Eka Wahyu Kasih menyambut baik rencana Paket Kebijakan Jilid III yang akan diluncurkan pemerintah. Paket kebijakan itu diharapkan segera berfungsi karena bisnis dinilai sudah semakin merosot.

"Semua paket kebijakan sudah bagus dan luar biasa. Yang harus dikawal adalah implementasinya," katanya usai diskusi energi HIPMI bertajuk "35.000 MW untuk Siapa, Membedah Kebijakan dan Bisnis Ketenagalistrikan di Indonesia" di HIPMI Center, Menara Bidakara 2, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (5/10).

Menurutnya kebijakan pemerintah sudah baik, namun implentasinya di lapangan tidak berjalan maksimal.

"Mudah-mudahan di era pemerintahan sekarang yang dikenal bekerja cepat kerja itu berbeda dan akan ada perubahan signifikan baik perubahan perijinan," lanjutnya.

Ia berharap, gebrakan pemerintah melalui paket kebijakan yang diumumkan harus segera terasa dampaknya bagi para pengusaha dalam waktu dekat.

"Ini kan baru (dikeluarkan), kita inginkan dalam satu hingga tiga bulan ke depan sudah terasa, jangan terlalu lama, kita sudah 'engap-engapan'," katanya menambahkan.

Disinggung soal rencana penurunan tarif dasar listrik (TDL), ia mengatakan, hal tersebut akan berdampak luas sehingga bisa meningkatkan kembali perekonomian Indonesia.

"Karena semua produksi memerlukan listrik, kalau tarif listrik turun segala macam harus efisien, artinya tidak mesti naik, meski juga belum tentu turun," tambah dia.

 

Kondisi itu juga diprediksi terjadi setelah penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Ia memprediksi, penurunan harga BBM akan berdampak pada efisiensi biaya produksi dan transportasi. Meski, biasanya ketika penurunan harga BBM tidak diikuti penurunan harga kebutuhan pokok dan transportasi, namun setidaknya hal tersebut mampu mengerem agar harga-harga kebutuhan pokok tidak naik.

"Kalau BBM sudah naik, susah turunnya. minimal tidak naik supaya inflasi kita bisa ditahan. Ini sebagai salah satu insentif supaya tidak inflasi," ungkapnya.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement