Selasa 06 Oct 2015 18:12 WIB

Komnas HAM: Ada Pembiaran Negara Terhadap Kasus Salim Kancil

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila (tengah) didampingi anggota Nur Kholis (kiri) dan Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal (Pol) Sutarman (kanan) dan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar (kedua kanan)
Foto: Antara
Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila (tengah) didampingi anggota Nur Kholis (kiri) dan Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal (Pol) Sutarman (kanan) dan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar (kedua kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Siti Noor Laila, mengungkapkan, pihaknya telah menemukan sejumlah pelanggaran HAM di Desa Selok Awar Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Temuan ini didapat usai Komnas HAM turun lapangan langsung ke Desa Selok Awar-Awar guna melakukan investigasi terhadap kasus tersebut pada Senin (5/10) kemarin. Menurut Laila, kondisi di Selok Awar-Awar saat ini tidak mencekam, namun banyak warga yang tidak berani dan tidak mau berbicara banyak soal peristiwa tersebut.

Hal ini tidak terlepas dari efek yang ditimbulkan dari kejadian kekerasan yang berujung pada kematian Salim Kancil. Peristiwa itu, kata Laila, dipertontokan ke publik, bahkan dilihat oleh anak-anak. Pada saat peristiwa itu terjadi, lanjut Laila, sebenarnya warga mengetahui siapa-siapa saja yang melakukan tindakan kekerasan tersebut.

''Tapi pada saat kejadian, tidak ada warga yang berani menolong. Nah, pasti ada ancaman sebelumnya terhadap warga,'' kata Laila kepada Republika, Selasa (6/10).

Tidak hanya itu, Komnas HAM juga mendapati, berdasarkan saksi mata, pada saat kejadian kekerasan terhadap Salim Kancil itu, sebenarnya ada patroli pihak kepolisian yang tengah melintas. Namun, menurut warga, patroli tersebut tidak berhenti dan menghentikan aksi tersebut.

Selain itu, negara, ujar Laila, tidak memberikan jaminan perlindungan terhadap Salim dan Tosan, yang selama ini memang dikenal sebagai salah satu yang vokal menentang penambangan pasir di desanya. Bahkan, pada saat Salim melaporkan adanya ancaman pembunuhan yang diterima dirinya, polisi juga tidak melakukan pencegahan.

''Sebenarnya perisitiwa tersebut bisa dicegah. Tapi tidak terjadi. Jadi, jelas negara melakukan pembiaran,'' ujar Laila.

Sementara untuk penambangan pasir yang dilakukan di desa tersebut, Komnas HAM menilai penambangan pasir itu adalah penambangan ilegal, karena hanya berdasarkan peraturan daerah dan tidak memiliki surat AMDAL yang sah. Terlebih, lahan lokasi penambangan tersebut berada di tanah negara.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement