Rabu 07 Oct 2015 06:36 WIB

Walhi: Ada Mafia Pertambangan di Lumajang yang Harus Dibongkar

Pekerja sedang mengangkut pasir sebagai salah satu hasil pertambangan.
Foto: Antara
Pekerja sedang mengangkut pasir sebagai salah satu hasil pertambangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik pertambangan di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang menewaskan petani Salim Kancil seharusnya diprediksi pihak berwenang sejak dini, kata Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Muhnur Satyahaprabu.

"Konflik pertambangan di Kabupaten Lumajang bisa diprediksi dari awal. Peristiwa konflik setidaknya berawal dari tahun 2010 sejak surveyor PT IMMS ditolak warga di Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang," kata Muhnur dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (6/10).

Menurut dia, penolakan warga sudah mulai muncul karena menyadari pertambangan merusak lingkungan dan sumber pencarian sebagai petani sekitar kawasan tersebut. Selain itu, lanjutnya, pada tahun 2015 Kejaksaan Tinggi Surabaya memeriksa dugaan suap dan menetapkan tersangka Direktur Utama PT IMMS dan pegawai BLH Kabupaten Lumajang.

"Ada skenario mafia pertambangan yang harus segera dibongkar oleh aparat penegak hukum. Konflik tambang pasir besi tidak hanya melibatkan birokrasi daerah, tapi juga melibatkan korporasi internasional," katanya.

Sementara itu, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Hendrik Siregar menegaskan bahwa penegak hukum harus melihat peristiwa nahas tersebut sebagai kejahatan pertambangan yang terstruktur. Hendrik juga mengemukakan bahwa maraknya investasi skala besar di pesisir selatan Jawa tidak lepas dari proyek Jalur Lintas Selatan yang digagas dalam kerangka MP3EI.

"Proyek ini juga memicu investasi besar sperti smelter dan pertambangan dan cenderung mengabaikan keselamatan rakyat. Lebih dari itu, seharusnya wilayah pesisir selatan Jawa Timur bebas dari aktivitas ekstraksi karena merupakan kawasan rawan bencana," katanya.

Untuk itu, ujar dia, kasus tersebut dinilai juga layak menjadi pintu masuk untuk melakukan investigasi terhadap pemodal besar dan pengkajian ulang penataan ruang hingga proyek-proyek infrastruktur yang menampung hasil tambang ilegal.

Sedangkan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai aparat kerap gamang dalam merespons berbagai permasalahan konflik sumber daya alam dan perusakan lingkungan yang marak terjadi dewasa ini.

Kontras juga menilai tidak jarang pula terjadi pembiaran yang berujung kepada pelanggaran HAM serta mengakibatkan penegak hukum kerap terkesan tidak netral bahkan cenderung berpihak kepada pemilik modal.

Sebelumnya pada tahun 2013, DPRD Kabupaten Lumajang telah membentuk pansus yang merekomendasikan agar bupati melakukan pembinaan pengawasan, dan penertiban penambangan liar dan pemegang izin.

Selain itu, rekomendasi pansus lainnya adalah mendesak bupati mencabut izin pertambangan PT IMMS dan 14 IPR yang telah dikeluarkan karena izinnya cacat hukum; mendesak para pihak untuk menindak lanjuti kerugian yang ditimbulkan akibat kegiatan tambang, kerusakan jalan dan lingkungan; serta mendesak bupati menghentikan pungutan liar melalui portal.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement