REPUBLIKA.CO.ID,Biji pala sangat familier di kalangan ibu-ibu rumah tangga sebagai bumbu penyedap. Rempah yang banyak tumbuh di daerah stropis seperti Indonesia, India, dan Srilanka ini, juga konon banyak dipergunakan untuk obat-obatan, sejak peradaban kuno. Di Mesir misalnya, rempah yang dikenal dengan istilah latinnya myristica fragrans ini digunakan penawar masuk angin dan sakit perut.
Tetapi, ternyata, belakangan, di balik manfaatnya yang beragam itu, biji pala juga disebut-sebut mengandung zat beracun berupa miristisin (myrsticin). Konsumsi bubuk biji pala berlebihan bisa menyebabkan efek samping seperti gangguan pendengaran, sembelit, susah buang air kecil, stres, dan mabuk, bahkan kematian. Lantas apa hukum mengonsumsi biji pala?
Fatwa yang dinukilkan dari Lembaga Fatwa Kerajaan al-Hasyimiyah, Yordania, mengatakan ulama dan ahli kedokteran sepakat, bahwa biji pala termasuk tanaman bius yang bisa merusak akal, tetapi pengaruhnya sebatas bius, bukan memabukkan, apalagi jika sedikit.
Menurut dr Muhammad al-Bar dalam kitabnya “al-Mukhaddirat”, jika dikonsumsi dalam jumlah besar, biji pala bisa membius pengonsumsinya. Bila dikonsumsi secara terus menurus, bisa merusak fungsi hati, seperti racun pembunuh. Atas dasar inilah, para ulama sepakat, konsumsi biji pala dalam jumlah banyak hukumnya haram.
Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat apa hukum mengonsumsi biji pala dalam jumlah sedikit. Menurut Mazhab Hanafi, sebagian Mazhab Syafii dan Maliki, biji pala itu haram hukumnya, tanpa membedakan kadarnya, baik banyak atau sedikit. Ini merujuk hadis riwayat Abu Dawud, bahwa segala perkara memabukkan haram hukumnya, entah banyak atau sedikit.
Sedangkan sebagian besar dari Mazhab Maliki dan Syafii memberikan kriteria perkara yang menjadi dua bagian. Pertama, benda cair seperti khamar atau anggur. Hukumnya najis dan haram baik banyak atau sedikit. Kedua, benda padat seperti biji pala.
Berbeda dengan bagian pertama, kategori kedua ini dianggap suci dan tidak membahayakan dalam jumlah sedikit. Mereka memperbolehkan pemakaiannya dalam kadar sedikit untuk penyedap makanan dengan batas kewajaran, tak sampai memabukkan. Bahkan sebagian kecil Mazhab Maliki menyatakan boleh memakan sedikit saja biji pala langsung, tanpa dicampur apapun.
Dalam kitab al-Fatawa, Imam ar-Ramli yang bermazhab Syafii mengatakan,” Boleh mengonsumsi biji pala bila sedikit dan haram bila banyak.” Sedangkan dalam kitab Mahabib al-Jalil yang bercorak Maliki dinukilkan demikian:”Biji pala termasuk merusak, namun sedikit saja boleh, hukumnya suci, dan menurut al-Barazli, sebagian imam kita membolehkan konsumsi biji pala untuk menghangatkan saraf, dan syaratnya harus dicampur dengan obat, tetapi secara umum, hukumnya boleh.”
Belakangan, Konferensi Fikih Kedokteran Organisasi Kerjasama Islam ke-8 di Kuwait pada 1995 menyimpulkan, bahan-bahan narkotika adalah terlarang (haram) dan tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsinya kecuali untuk tujuan pengobatan tertentu. Takaran pemakaiannya berdasarkan ketentuan dokter dan murni tanpa adanya campuran bahan (kimia) lainnya. Sedangkan pemakaian biji pala untuk penyedap rasa masakan dalam jumlah sedikit tidak memabukkan atau menghilangkan kesadaran akal.
Pendapat yang sama juga dinukilkan dari pakar fikih abad ke-21 almarhum Syekh Wahbah az-Zuhaili. Menurut tokoh asal Damaskus Suriah ini, hukumnya boleh menggunakan biji pala dalam kadar sedikit sebagai bumbu penyedap baik untuk makanan, kue, dan sejenisnya. Bila dalam jumlah besar maka hukumnya haram. Di Arab Saudi penggunaan biji pala diperbolehkan bila telah dicampur dengan bahan rempah lainnya dalam kadar yang dibolehkan, yakni tidak lebih dari 20 persen saja.