Rabu 07 Oct 2015 11:36 WIB

Indiyanto: Revisi UU KPK Belum Tepat Waktunya

Plt Ketua KPK Taufiqurachman Ruki (tengah) didampingi Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua Johan Budi (kedua kanan), Pimpinan sementara Indriyanto Seno Adji (kedua kiri), Direktur Penyidikan baru Kombes Pol Aris Budiman (kiri) dan Kepala Biro Hukum baru Kombe
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Plt Ketua KPK Taufiqurachman Ruki (tengah) didampingi Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua Johan Budi (kedua kanan), Pimpinan sementara Indriyanto Seno Adji (kedua kiri), Direktur Penyidikan baru Kombes Pol Aris Budiman (kiri) dan Kepala Biro Hukum baru Kombe

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak tepat waktu untuk diajukan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 dan mengancam eksistensi lembaga antirasuah itu.

"Revisi ini belum tepat waktunya, karena selain iklim politik ini akan berdampak pada eksistensi KPK terhadap revisi ini," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji di Jakarta, Rabu (7/10).

Revisi UU KPK sebenarnya masuk dalam Prolegnas 2016 untuk usulan insiatif pemerintah, namun saat ini diusulkan masuk menjadi RUU Prioritas Prolegnas 2015 dan menjadi inisiatif DPR yang diajukan oleh 6 fraksi DPR yaitu fraksi PDI-Perjuangan, Partai Nasdem, Partai Golkar, PPP, Partai Hanura dan PKB.

"Alasannya terutama karena keberadaan lembaga KPK adalah basis kekhususan kelembagaan, baik struktur, kewenangan maupun teknis ketentuannya. Revisi ini tegas jelas mengamputasi wewenang khusus lembaga KPK menjadi 'public state institution'," tambah Indriyanto.

Apalagi berdasarkan karakter khusus penindakan KPK menurut pasal 44 UU KPK, tahap penyelidikan (lidik), sehingga bila tidak ada bukti permulaan cukup dengan minimun 2 alat bukti.

"Maka pada tahap lidik, suatu kasus dapat dihentikan lidiknya dan ini berarti tidak perlu ada pengaturan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) di tahap penyidikan," tambah Indriyanto.

Ia berharap agar Presiden Joko Widodo tetap berkomitmen untuk tetap menolak pembahasan revisi UU KPk sehingga Menteri Hukum dan HAM diharapkan mematuhi perintah Presiden.

"Revisi UU KPK sangat tergantung dengan sinkronisasi dengan pembahasan RUU Tipikor, KUHAP, KuHP, TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), 'asset recovery', sehingga revisi parsial akan menimbulkan timpang tindih pengaturan regulasi," ungkap Indriyanto.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement