Kamis 08 Oct 2015 07:32 WIB

Presiden MSF: Bahkan Perang pun Punya Aturan

Rep: Gita Amanda/ Red: Ani Nursalikah
Kerusakan di sebuah rumah sakit di Kunduz, Afghanistan yang dilakukan AS, Sabtu (3/10).
Foto: AP
Kerusakan di sebuah rumah sakit di Kunduz, Afghanistan yang dilakukan AS, Sabtu (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Presiden Internasional Médecins Sans Frontières atau Dokter Lintas Batas (MSF) Joanne Liu mendesak perlunya investigasi independen atas serangan di Kunduz oleh Komisi Pencari Fakta Humaniter Internasional. Serangan terhadap fasilitas kesehatan menurutnya telah melanggar aturan perang.

Liu mengatakan, pada Sabtu (3/10) lalu, pasien dan staf MSF yang terbunuh di Kunduz menjadi bagian dari sekian banyak orang yang telah tewas di zona konflik di seluruh dunia dengan alasan ‘collateral damage’ atau ‘efek bawaan yang tidak diinginkan’ atau ‘konsekuensi perang yang tidak bisa dihindari’.

Namun menurutnya, hukum humaniter internasional tidak melihat sebuah kejadian sebagai ‘kesalahan’ atau bukan, mereka mempertanyakan maksud, fakta-fakta, dan kenapa hal itu dilakukan.

Serangan Amerika Serikat (AS) terhadap rumah sakit MSF di Kunduz menurut Liu merupakan kehilangan terbesar yang pernah dialami organisasi tersebut dalam sebuah serangan udara. Puluhan ribu orang di Kunduz kini tidak bisa mendapatkan layanan medis di saat yang paling dibutuhkan.

"Hari ini kami berkata: cukup. Bahkan perang pun memiliki aturan," ungkap Liu dalam pidatonya di Kantor PBB di Jenewa, seperti dikutip dari pernyataan pers MSF yang diterima Republika.co.id Rabu (7/10) malam.

Di Kunduz, Liu mengisahkan, pasien mereka terbakar di ranjang. Dokter, perawat, dan staf lain tewas saat bekerja. Sementara staf lain harus melakukan operasi bedah terhadap rekannya sendiri.

"Serangan ini bukan hanya serangan terhadap RS kami, ini adalah serangan terhadap Konvensi Jenewa. Hal ini tidak bisa ditoleransi. Konvensi Jenewa menjelaskan aturan-aturan perang dan dibuat untuk melindungi penduduk sipil dalam konflik termasuk pasien, petugas dan fasilitas medis. Aturan ini menjadikan situasi yang kejam menjadi sedikit lebih manusiawi," tutur Liu.

Liu menambahkan, Konvensi Jenewa bukan hanya merupakan kerangka kerja legal yang abstrak. Konvensi ini menurutnya menegaskan perbedaan hidup dan mati bagi tim medis yang bekerja di garis terdepan. Aturan-aturan perang inilah yang menjadikan situasinya cukup memungkinkan bagi pasien untuk mengakses fasilitas kesehatan dengan aman dan memungkinkan petugas menyediakan layanan kesehatan tanpa dijadikan target serangan.

"Justru karena menyerang rumah sakit di zona perang itu dilarang, kami mengharapkan perlindungan. Namun, sepuluh pasien termasuk tiga anak, dan 12 staf MSF terbunuh dalam serangan udara," kata Liu.

Liu meminta fakta dan keadaan seputar serangan ini harus diinvestigasi secara independen dan imparsial, terutama karena pernyataan AS dan Afganistan tentang apa yang sebenarnya terjadi tidak konsisten. Menurutnya investigasi internal pasukan AS, NATO, dan Afghanistan tak bisa diandalkan.

Liu pun menyatakan MSF menginginkan adanya investigasi atas serangan di Kunduz oleh Komisi Pencari Fakta Humaniter Internasional. Komisi ini didirikan atas dasar Protokol Tambahan dalam Konvensi Jenewa dan merupakan satu-satunya badan yang didirikan khusus untuk menginvestigasi pelanggaran Hukum Humaniter Internasional.

"Kami meminta negara-negara penandatangan Komisi ini, untuk menegakkan kebenaran dan menegaskan kembali status rumah sakit sebagai daerah yang dilindungi dalam konflik," ujarnya.

"Hari ini kami berjuang kembali untuk menghormati Konvensi Jenewa. Sebagai dokter, kami akan berjuang kembali demi pasien kami. Kami butuh bantuan Anda, sebagai bagian dari masyarakat umum, untuk berdiri bersama kami, menegaskan kembali bahkan perang pun punya aturan," ujarnya. Gita Amanda

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement