REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga oknum polisi diduga menerima gratifikasi terkait penambangan pasir di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur. Di tempat tersebut, Salim Kancil dibunuh dengan sadis oleh kelompok orang yang diduga preman tambang.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menegaskan, semua pihak yang terlibat pelanggaran hukum pasti diproses, baik pengusaha, petani, maupun kepala desa. "Termasuk, tiga polisi tentu akan diproses," ujarnya di Bawaslu, Kamis (8/10).
Menurut Badrodin, ketiga oknum polisi tersebut sedang diproses di Polda Surabaya. Kendati demikian, menurut mantan Kapolda Jawa Timur itu, tidak akan sampai memecat ketiga oknum polisi tersebut.
"Dasarnya apa. Kalau gitu Kapolri juga dicopot dong karena itu wilayah Kapolri," kata Badrodin.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, terdapat tiga orang oknum polisi yang diduga terlibat menerima gratifikasi dalam kasus tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur. Di tempat ini, Salim Kancil dibunuh dengan sadis oleh kelompok orang yang diduga preman tambang.
"Ini namanya terperiksa, sekarang berkasnya sedang diselesaikan Provos," ujar Raden saat dihubungi, Rabu (7/10). Raden menjelaskan, ketiga anggota oknum polisi tersebut, yakni AIPDA SP, IPDA SH, dan AKP S. Perbuatan mereka, lanjut Raden, dinilai menurunkan martabat kepolisian.
Setiap melakukan patroli, ketiganya selalu mampir ke rumah kepala desa. Saat itu, oknum polisi tersebut mendapatkan tip dari kepala desa sebesar Rp 100 ribu - Rp 150 ribu. "Ini masih pelanggaran disiplin saja, tindakan umum belum ada," Raden menambahkan.