REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Polisi Air Polda Kalimantan Barat Kombes I Wayan Pinatih dilaporkan oleh seorang pengusaha kapal, Arshad Effendi ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Mabes Polri. "Klien kami melaporkan Dirpolair Polda Kalbar karena diduga menjadi perpanjangan tangan Aseng alias Sudianto," kata kuasa hukum Muhammad Arshad Effendi, Elizabeth Tiur Ida Simatupang di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (8/10).
Selain itu beberapa penyidik Ditpolair Polda Kalbar yang juga dilaporkan dalam kasus yang sama diantaranya AKBP Yuri Nurhidayat, Kompol Agus Mulyadi dan Aiptu Selamat Supriyadi. Laporan tersebut bernomor LP/116/IX/2015/YANDUAN tertanggal 28 September 2015.
Kasus itu berawal dari rekan Arshad, Aseng yang melaporkan Arshad ke Ditpolair Polda Kalbar atas dugaan penipuan jual beli kapal pada 16 September 2015. Menindaklanjuti laporan tersebut, 'tugboat' (penarik kapal tongkang) milik Arshad disita oleh Dirpolair pada 23 September 2015. "Padahal penyitaan itu tidak ditandatangani oleh klien kami, melainkan hanya ditandatangani oleh nakhoda," ujarnya.
Elizabeth mempertanyakan penyitaan 'tugboat' tersebut. Pasalnya proses penyitaan "tugboat' sulit dilakukan dan membutuhkan biaya besar. "Biaya operasional untuk mengambil 'tugboat' itu mencapai Rp 200 juta. Uang darimana itu?" ujarnya.
Setelah 'tugboat' disita, Arshad kemudian diperiksa sebagai saksi pada 26 September 2015. Sementara pihak Arshad mencurigai proses penyelidikan kasus tersebut yang terbilang cepat.
Akhirnya Arshad melalui kuasa hukumnya memutuskan untuk melaporkan Dirpolair Polda Kalbar ke Divpropam Mabes Polri karena merasa terlapor sudah menyalahgunakan wewenangnya dalam kasus dugaan penipuan jual beli kapal, termasuk dalam penyitaan 'tugboat'.
Dalam pelaporannya ke Divpropam, pihaknya menyertakan surat penyitaan Ditpolair Polda Kalbar yang ditandatangani nakhoda dan laporan Aseng yang mempolisikan Arshad. Kasus itu berawal dari pertemanan Arshad dengan Aseng.
Kapal tongkang milik Arshad yang rusak diserahkan kepada Aseng untuk diperbaiki. Keduanya melakukan perjanjian, bila kapal tongkang tersebut berhasil diperbaiki, maka kapal tersebut bisa disewakan kepada pihak lain dengan persentase keuntungan 70 persen untuk Aseng dan 30 persen untuk Arshad.
Tapi selanjutnya Aseng diketahui tidak pernah melaporkan keuntungan sewa yang didapatnya setelah kapal tersebut berhasil diperbaiki. "Seharusnya ada 'report' sewa, tapi ini 'nggak' ada," ujarnya.
Tak hanya itu, kata Elizabeth, kapal tongkang tersebut malah tenggelam pada tahun 2013 karena kelebihan muatan saat disewakan. Arshad kemudian mengambil alhii 'tugboat' yang dipinjamkan kepada Aseng. "Kesabaran klien kami habis. 'Tugboat' ini diambil alih. Kemudian, Aseng melaporkan Arshad ke Ditpolair," imbuhnya.