REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) yang menjadi bagian dalam paket kebijakan ekonomi kembali menuai kritik. Pengamat energi dari Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan, tanpa dimasukkan dalam paket kebijakan pemerintah, harga BBM juga akan turun mengingat harga minyak mentah dunia juga sedang turun.
“Saya menyesalkan penurunan tersebut kenapa masuk ke paket ekonomi seakan-akan ada kesan ini dilakukan oleh pemerintah, padahal tanpa dimasukkan pun harga BBM akan turun,” kata Fabby kepada Republika, Kamis (8/10).
Yang jadi permasalahan adalah kita tidak tahu jelas kapan harga setelah penurunan itu dipertahankan. “Khawatirnya nanti ada kenaikan minyak mentah, sementara pemerintah sendiri tidak menyiapkan subsidi,” ujarnya.
Faktor turunnya harga BBM tidak hanya karena harga minyak dunia yang turun, tetapi juga dilihat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Impor minyak Indonesia cukup banyak sehingga mempengaruhi biaya pokok.
Pemerintah, kata Fabby, memiliki periode tertentu untuk mengevaluasi harga BBM. “Harusnya penurunan harga BBM menunggu itu, bukan sekarang,” ucapnya.
Jika penurunan dilakukan saat ini, sama saja pemerintah tidak konsisten terhadap keputusannya mengurangi subsidi BBM. “Harusnya dibiarkan saja, toh nanti akan turun sendiri. Kalau begini kan namanya pemerintah melanggar apa yang sudah ditetapkannya pada Oktober lalu,” kata Fabby.
Pemerintah memutuskan untuk menurunkan harga solar sebesar Rp 200 dari Rp 6.900 menjadi Rp 6.700 per liter. Kebijakan ini berlaku mulai tiga hari setelah diumumkan pada Rabu (7/10).