REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Tripeni Irianto Putro mengakui pernah menerima 5 ribu dolar Singapura dan 15 ribu dolar AS dari Otto Cornelis Kaligis karena menjadi hakim yang memutuskan perkara pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
"Pertama, (bertemu) sebelum perkara didaftarkan sempat Pak OCK berkonsultasi karena ini perkara baru dan belum pernah di PTUN Medan, dan harus selesai dalam waktu 21 hari yaitu sekitar 29 April 2015, (Pak OCK) menyerahkan amplop putih, saya tidak tahu pasti jumlahnya tapi di hadapan penyidik jumlahnya segitu (5 ribu dolar Singapura)," kata Tripeni dalam sidang pemeriksaan saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (8/10).
Tripeni menjadi saksi untuk OC Kaligis yang didakwa menyuap hakim dan panitera PTUN senilai total 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura. "(Amplop) ini untuk konsultasi (kata OCK), itu diberikan di ruangan saya," ungkap Tripeni.
Uang kedua diberikan pada 5 Mei 2015 seusai OC Kaligis mendaftarkan perkara di PTUN Medan. "Iya (OCK) menyerahkan amplop putih, tapi saya tidak tau jumlahnya, penyidik yang menghitung, kalau tidak salah 10 ribu dolar AS," tambah Tripeni.
Saat itu menurut Tripeni, Kaligis kembali berkonsultasi mengenai perkaranya di ruangan Tripeni. Pertemuan ketiga terjadi pada 2 Juli 2015 dengan OC Kaligis juga langsung masuk ke ruangan Tripeni dengan membawa amplop.
"Lalu pada tanggal 2 Juli, Pak OCK masuk ke ruangan saya kemudian menanyakan perkara lalu mau menyampaikan amplop tapi saya tolak," ungkap Tripeni.
Namun dua hari setelah putusan yaitu 9 Juli 2015 anak buah OC Kaligis, Mohammad Yagari Bhastara Guntur alias Gary tiba-tiba datang dan menyerahkan amplop.
"Pada tanggal 9 (Juli), saya tidak menyuruh dia (Gary) datang, tiba-tiba dia masuk ke ruangan saya tanpa saya minta, dan dia menyerahkan itu, amplop, sempat saya tolak tapi kemudian diletakkan ke kursi, setelah dibuka di penyidik dan menghitungnya sektiar 5000 dolar AS," ungkap Tripeni.