REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kadiv Propram Polri, Irjen Budi Winarso mengatakan pemeriksaan terhadap tiga oknum polisi yang diduga menerima gratifikasi dari tambang pasir ilegal di Desa Selok Awar-Awar, Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, masih dilakukan.
Budi menjelaskan aktivitas penambangan pasir di Desa Selok Awar-Awar sudah dilakukan sejak awal 2014. Namun menurutnya tiga oknum polisi yang kini menjalani pemeriksaan, diduha baru menerima gratifikasi sejak enam bulan terakhir.
"Itu kan ada portal. Bukan polisi aja itu (yang menerima), macam-macam," ujarnya di Mabes Polri, Jumat (9/10).
Ia melanjutkan, tiga oknum polisi mengambil jatah preman setempat, dan perbuatan tersebut tidak dibenarkan. Budi menjelaskan, ketiga oknum polisi tersebut adalah Kapolsek, Babinkamtibmas dan Kanitserse. Budi mengaku bahwa Kanitserse sudah mengetahui bahwa penambangan pasir tersebut ilegal akan tidak dihentikan.
"Tapi memang semuanya mulai dari bupati, DPRD-nya kan semua ikut. Itu bancakan ramai-ramailah," tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, tiga orang anggota Polri diduga menerima gratifikasi dari tambang pasir ilegal di Desa Selok Awar-Awar, Pasirian, Lumajang , Jawa Timur. Tambang pasir ilegal di desa itu menjadi perhatian pascapembunuhan terhadap Salim alias Kancil, petani setempat yang menolak kehadiran tambang pasir.
Salim dibunuh dengan cara dikeroyok oleh prema-preman tambang pasir, yang merupakan anak buah dari kepala desa setempat.